REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik rencana sepihak Israel mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki. Washington menilai hal itu membahayakan dukungan yang telah diberikannya kepada Tel Aviv.
Duta Besar AS untuk Israel David Friedman mengatakan Presiden AS Donald Trump telah merilis rencana perdamaian Timur Tengahnya pada 28 Januari lalu. Isi rencana itu antara lain mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Washington pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat.
Menurut Friedman, rencana itu merupakan hasil dari tiga tahun konsultasi erat yang dilakukan Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan staf senior masing-masing. "Israel tunduk pada penyelesaian proses pemetaan oleh komite bersama Israel-Amerika. Setiap tindakan sepihak sebelum penyelesaian proses komite membahayakan pengakuan rencana dan Amerika," kata Friedman melalui akun Twitter pribadinya pada Ahad (9/2).
Menurut dia, proses tersebut tidak akan selesai sebelum pemilu Israel yang dijadwalkan digelar pada 2 Maret mendatang. Pada Sabtu (8/2) Netanyahu mengatakan bahwa Israel telah mulai menyusun peta untuk mencaplok tanah di Tepi Barat sesuai dengan rencana perdamaian yang disusun Trump.
"Kami sudah berada di puncak proses pemetaan area menurut rencana Trump. Ini akan menjadi bagian dari negara Israel," kata Netanyahu.
Pemetaan itu mencakup semua permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, termasuk Lembah Yordan. Palestina pun segera bereaksi setelah Netanyahu mengumumkan hal tersebut.
"Satu-satunya peta yang dapat diterima sebagai peta negara Palestina adalah di perbatasan wilayah yang diduduki sejak 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," kata juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeina.
Palestina telah menolak rencana perdamaian Trump. Ia menganggap rencana itu memihak dan membela kepentingan politik Israel. Sikap Palestina didukung Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam.