REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mereka telah diakui Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menguji spesimen terkait virus.
"Laboratorium Kemenkes sejak 2005 terakreditasi WHO untuk (memeriksa spesimen) kasus flu burung. Jadi metode pengujian spesimen yang dilakukan laboratorium kami sudah diakui WHO," ujar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Vivi Setiawaty saat temu media update kasus 2019-nCoV, di Kantor Litbangkes Kemenkes, di Jakarta, Selasa (11/2).
Balitbangkes Kemenkes juga menurutnya pernah memeriksa spesimen kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), kemudian Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (Mers CoV) beberapa tahun lalu. Bahkan, ia menyebutkan pengujian Ebola yang sempat mewabah juga dilakukan Badan Litbangkes.
"Jadi, pemeriksaan 2019-nCoV bukan hal yang baru buat kami yang memang diberi mandat dari Kemenkes untuk melakukan deteksi (pengujian virus)," katanya.
Ia menjelaskan, pengambilan spesimen ada tiga cara yaitu sputum (dahak), nasofaring, dan usap tenggorok. Spesimen itu kemudian diuji di laboratorium Balitbangkes.
Ia mengklaim, fasilitas laboratorium yang dimiliki Balitbangkes Kemenkes cukup lengkap. Di antaranya Bio Safety Level (BSL) 2, BSL3, dan Biorepository.
"Kemudian pengujian spesimen bisa satu hari setelah sampel (dugaan 2019-nCoV) sampai di kami. Tetapi satu pemeriksaan spesimen kan harus diambil dua kali, jadi butuh waktu dua kali 24 jam," ujarnya.