REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, turut memberi tanggapan soal pernyataan kontroversional Ketua BPIP Yudian Wahyudi yang menyebut agama musuh terbesar Pancasila. Haedar menilai seorang pejabat harus cermat dalam berkat dan membuat pernyataan ke publik.
"Pertama kepada para pejabat, apalagi kalau pejabat baru, harus mau belajar, menjadi pejabat itu mengurus urusan publik yang luas, perlu seksama dalam berkata dan membuat pernyataan agar tidak keliru," kata Haedar, Rabu (12/2).
Kedua, secara subtansi, agama positif untuk Pancasila. Malah dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan itu diakui dalam UUD 45 Pasal 29. Bahkan Bung Karno mengatakan Indonesia dan negara Indonesia ber-Tuhan dan harus ber-Tuhan. "Itu kata Bung Karno, kalau tidak percaya dibuka lagi," ujar Haedar.
Ketiga, salah pandang dapat terjadi pula terhadap Pancasila yang negatif terhadap agama. "Karena itu, perlu kita memperluas dan memperdalam horison kita dalam memandang agama dan Pancasila," kata Haedar.
Keempat, kalau agama yang hidup di NKRI dipertentangkan dengan Pancasila yang merupakan ideologi negara dan sebaliknya yang muncul tidak lain konflik. Di sini, ia menekankan, perlu kearifan.
"Jadi, jangan mempertentangan Pancasila dengan agama, dan sebaliknya jangan mempertentangkan agama dengan Pancasila," ujar Haedar.
Ia berpendapat, semua harus belajar arif, bijaksana, berwawasan luas, dan jangan bawa terus Indonesia dengan isu-isu yang kontroversial. Haedar menyarankan, lebih baik ajak rakyat Indonesia untuk produktif. "Kemudian, ajak rakyat berpikir lebih cerdas, berilmu dan berkemajuan," kata Haedar.
Belum ada seminggu menjabat, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasilan (BPIP) Yudian Wahyudi membuat pernyataan kontroversional. Dalam satu pernyataan di media nasional, Yudian mengatakan musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukan kesukuan.
Pernyataan itu terkait dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mereduksi agama sesuai dengan kepetingannya sendiri dan bertentangan dengan Pancasila.
Republika.co.id sudah belasan kali menghubungi nomor ponsel Yudian Wahyudi untuk menjelaskan pernyataannya lebih jauh, namun tidak diangkat hingga berita ini diturunkan.