Jumat 14 Feb 2020 18:39 WIB

Kronologi Aliran Suap dan Gratifikasi untuk Imam Nahrawi

JPU KPK membeberkan sumber suap dan gratifikasi, Rp 20,1 miliar untuk Imam Nahrawi.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/2).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa mantan Menpora, Imam Nahrawi menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,6 miliar. Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/2), JPU KPK memerinci sumber suap dan gratifikasi untuk Imam.

Baca Juga

Selaku menpora, Imam menerima suap pada kurun waktu antara Januari 2018 sampai dengan bulan Juni 2018. Penerimaan suap dilakukan bersama-sama dengan Miftahul Ulim selaku asisten pribadi menpora.

Dalam dakwaannya, disebutkan ada dua proposal KONI yang menjadi sumber suap Imam. Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada Asian Games 2018 dan Asian Para Gemes 2018.

Kedua, terkait proposal dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Imam menerima uang tersebut bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum pada 2018.

JPU KPK, Ronald Ferdinand Worotikan merinci untuk penerimaan pertama dilakukan setelah adanya  kesepakatan bahwa besaran komitmen fee untuk pihak Kemenpora kurang lebih sebesar  15 persen sampai 19 persen dari total nilai bantuan dana hibah yang diterima oleh KONI Pusat.

Saat itu, Miftahul Ulum memberikan catatan pihak-pihak dari Kemenpora RI termasuk Imam yang akan diberikan jatah uang komitmen fee dalam secarik kertas tisu. Catatan dalam tisu itu kemudian disalin dalam secarik kertas.

"Catatan Ulum dalam tisu tersebut kemudian disalin dalam secarik kertas," kata jaksa Ronald.

Sebagai realisasi atas kesepakatan tersebut, sekitar akhir Januari 2018,

bertempat di ruangan kerja Ending di Kantor KONI Pusat, Ulum menerima sebagian fee sejumlah Rp 500 juta untuk Imam

"Bahwa atas pengajuan proposal dana hibah dari KONI Pusat tersebut, pada

tanggal 9 Februari 2018 terdakwa selaku Menpora RI memberikan disposisi kepada Mulyana selaku Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga untuk ditelaah dan dilanjutkan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Tim Verifikasi untuk dilakukan penelitian layak tidaknya diberikan bantuan dana kepada KONI Pusat," terang Ronald.

Selain kepada pejabat-pejabat tersebut, Imam juga mendisposisi proposal itu

kepada Ulum selaku asisten pribadi. Kemudian, pada sekitar Maret 2018, bertempat di ruangan kerja Ending, Ulum kembali menerima uang fee sejumlah Rp 2 miliar dalam dua tas ransel warna hitam yang disaksikan oleh Lina Nurhasanah selaku Wakil Bendahara KONI Pusat dan Atam selaku sopir Ending.

Selanjutnya, pada 24 Mei 2018, setelah dilakukan penelitian terhadap usulan proposal dari KONI Pusat oleh tim verifikasi, Chandra Bhakti selaku PPK menyetujui besarnya dana hibah yang dapat diberikan kepada KONI Pusat adalah sejumlah Rp 30 miliar dari sejumlah  Rp51.592.854.500 yang dimohonkan oleh pihak KONI Pusat.

"Masih pada bulan yang sama, terdakwa menanyakan kepada Mulyana

mengenai jumlah dana bantuan untuk KONI Pusat pada tahun 2018 dan

dijawab oleh Mulyana yaitu sejumlah Rp 30 miliar. Pada saat yang sama terdakwa menyampaikan kepada Mulyana bahwa jika ada masalah dan hambatan terkait proposal KONI Pusat agar berkoordinasi dengan Ulum selaku asisten pribadi terdakwa," terang Jaksa.

Setelah proposal tersebut disetujui, pada Juni 2018 Imam mengadakan acara buka puasa bersama di rumah dinasnya. Dalam kesempatan itu, Ulum memperkenalkan Arief Susanto kepada Ending dan Johny E Awuy dengan mengatakan bahwa nanti Arief yang akan mengambil uang komitmen fee di kantor KONI Pusat. Selanjutnya pada tanggal 06 Juni 2018, dilakukan pencairan dana tahap I sebesar 70 persen yaitu sejumlah Rp 21 Miliar.

Atas pencairan dana tahap I tersebut, pada tanggal 8 Juni 2018 Ending meminta Jhony menyiapkan uang untuk diserahkan kepada Imam melalui Ulum. Atas arahan tersebut, Jhony meminta Kepala Cabang BNI Cabang Ratu Plaza untuk  mencairkan dan mengirimkan uang sejumlah Rp 10 Miliar, selanjutnya di hari yang sama uang tersebut secara bertahap  atas arahan Ending diserahkan kepada Imam melalui Ulum sejumlah Rp 9 miliar.

"Perincian uang Rp 3 miliar diberikan oleh Jhony kepada orang suruhan Ulum bernama Arief Susanti di ruangan kerja Jhony di kantor KONI Pusat," rinci Jaksa.

Kemudian, uang sejumlah Rp 3 miliar ditukar dalam bentuk mata uang asing yaitu sejumlah 71,4 ribu dolar AS dan 189 ribu dolar Singapura diberikan oleh Ending melalui Atam kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan. Dan kemudian, masih ada uang sejumlah Rp 3 miliar dimasukan dalam amplop-amplop coklat dan dimasukkan dalam beberapa kardus kertas A4 diberikan oleh Ending kepada Ulumdi Lapangan Bulu Tangkis Kompleks Kemenpora

Selain itu sekitar bulan Juni 2018, Mulyana selaku Deputi IV Kemenpora RI

juga menerima bagian fee sejumlah Rp 300 juta dari Ending melalui Jhony di ruangan kerja Mulyana di lantai 3 Gedung Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi Olahraga Nasional (PPITKON) Kantor Kemenpora RI. Selain uang Mulyana juga menerima 1 unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD warna hitam metalik seharga Rp489, 8 juta dari Ending. 

"Bahwa setelah penerimaan fee oleh terdakwa melalui Ulum dan penerimaan fee oleh Mulyana tersebut, kemudian pada 8 November 2018, dilakukan pencairan dana tahap II sebesar 30 persen yaitu sejumlah Rp 9 miliar," ungkap jaksa.

Sumber suap kedua adalah terkait proposal dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Jaksa KPK menuturkan, berawal Pada tanggal 30 Agustus 2018, Tono Suratman  selaku Ketua KONI Pusat mengirimkan Surat Nomor: 1762/UMM/VIII/2018 kepada MENPORA RI perihal Usulan Kegiatan Pendampingan dan Pengawasan Program Sea Games 2019  Tahun Kegiatan 2018 dengan usulan dana sejumlah Rp16.462.990.000.

Menindaklanjuti usulan proposal tersebut, selanjutnya pada 5 September 2018, Imam selaku Menpora RI memberikan disposisi kepada Mulyana selaku Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga untuk ditelaah oleh Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Prestasi Olahraga bersama dengan PPK dan Tim Verifikasi guna dilakukan penelitian layak tidaknya diberikan bantuan dana kepada KONI Pusat. Selain itu, Imam juga mendisposisikan proposal tersebut kepada Ulum.

Setelah melewati beberapa pembicaraan, disepakati bahwa pencairan dana terkait proposal tersebut adalah Rp17.971.192.000, yang mana dalam daftar tersebut diantaranya tertulis inisial “M” yaitu Menteri sejumlah  Rp1,5 miliar, “Ul” yaitu Ulum Rp 500 juta, “Mly” yaitu Mulyana sejumlah Rp 400 juta, "AP" yaitu Adhi Purnomo sejumlah Rp 250 juta dan “EK” yaitu Eko Triyatna sejumlah Rp 20 juta.

Namun, fee bagian terdakwa dan Ulum untuk proposal tersebut pada akhirnya belum sempat diserahkan oleh Ending dan Jhony karena pada 18 Desember 2018 keduanya diamankan oleh petugas KPK karena telah memberikan jatah komitmen fee kepada pihak Kemenpora  lainnya yaitu Mulyana sejumlah Rp 100 juta dan 1 buah ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 dan Adhi Purnomo bersama Eko Triyanta

sejumlah Rp 215 juta.

Dakwaan gratifikasi

Selain suap, Imam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,6 miliar. Dalam dakwaan disebutkan, Imam menerima gratifikasi  pada kurun waktu antara bulan Agustus 2015 sampai dengan Januari 2018, atau setidak-tidaknya pada 2015 sampai dengan tahun 2018 bersama-sama dengan mantan stafnya, Miftahul Ulum.

JPU KPK Ronald Ferdinand Worotikan menuturkan sumber gratifikasi Imam. Pertama senilai Rp 300 juta dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy untuk kegiatan Imam dalam acara Muktamar NU di Jombang, Jawa Timur.  Kemudian, senilai Rp 4.948.435.682 sebagai uang tambahan operasional Menpora dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016.

Imam juga menerima sejumlah uang sebesar Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016.

"Imam juga menerima gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016-2017," ujar Jaksa Ronald di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kemudian, gratifikasi sebesar Rp 4 juta diterima Imam dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017-2018.

Seusai persidangan, Imam menyatakan, akan membeberkan pihak-pihak yang ikut menerima dana hibah KONI. "Siap-siap saja yang merasa nerima dana KONI ini, siap-siap," kata Imam.

Imam menilai banyak narasi fiktif dalam dakwaannya. "Banyak narasi fiktif (dalam dakwaan) disini. Nanti kami akan lihat (dalam pemeriksaan saksi)," kata Imam.

 

Oleh karenanya, ia akan mengungkap semuanya dalam persidangan nanti, siapa saja penikmat aliran uang panas suap KONI. Termasuk adanya penyelenggara negara lain yang turut menerima aliran uang tersebut.

"Terima kasih support-nya ya semua teman-teman. terima kasih dukungannya," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement