Jumat 21 Feb 2020 17:00 WIB

Pemimpin Iran Imbau Warga tak Golput dalam Pemilu Parlemen

Warga Iran diperingatkan untuk ikut Pemilu karena ada ancaman sanksi dari Trump.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Suasana Kota Teheran,Iran.
Foto: Republika/Maman Sudiaman
Suasana Kota Teheran,Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran memulai pemilihan umum (pemilu) parlemen pada Jumat (21/2). Para pemimpin senior Iran memberikan peringatan kepada seluruh warga apabila mereka tidak menggunakan hak suaranya, maka akan mendorong Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Sebanyak 58 juta warga Iran dari jumlah populasi sekitar 80 juta orang, berhak untuk memberikan suara dalam pemilu parlemen. Warga Iran yang berusia di atas 18 tahun sudah memiliki hak untuk memberikan suaranya.

Baca Juga

Lebih dari 7.000 kandidat akan bersaing untuk memperebutkan 290 kursi di parlemen. Dewan Wali Iran telah melakukan seleksi untuk memilih calon kandidat. Mereka diketahui telah mendiskualifikasi sekitar 6.850 calon dari 14 ribu kandidat yang mendaftar. Sebagian besar kandidat yang didiskualifikasi adalah dari kalangan pro-reformasi dan moderat.

Diskualifikasi tersebut meningkatkan kemungkinan jumlah pemilih yang lebih rendah dari sebelumnya. Para pemimpin Iran menyerukan kepada seluruh warga agar tidak abstain dalam pemilu parlemen kali ini.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei memberikan suara di sebuah masjid di dekat kantornya di Teheran, sekitar puku 7 pagi waktu setempat. Pada awal pekan ini, Khamenei mengatakan, tingginya jumlah pemilih dapat menggagalkan rencana AS dan pendukung Israel untuk melawan Iran.

"Siapa pun yang peduli dengan kepentingan nasional Iran harus berpartisipasi dalam pemilihan. Musuh ingin melihat apa hasil dari tekanan maksimum AS," ujar Khamenei yang merujuk pada sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS.

Menjelang pemungutan suara, pemerintahan Trump memberlakukan sanksi kepada dua pejabat senior Dewan Wali Iran, termasuk ketua dan tiga anggota komite pengawas pemilu. Seorang pejabat AS mengatakan, mereka dikenakan sanksi karena telah mendiskualifikasi sekitar 7.000 kandidat yang dapat mengurangi jumlah suara.

Pemilu parlemen Iran digelar di tengah kesulitan ekonomi. Harga-harga barang kebutuhan pokok telah melonjak tajam, serta inflasi dan pengangguran juga meningkat. Selain itu, mata uang Iran anjlok sejak AS menarik diri dari perjanjian nuklir atau JCPOA, dan AS menjatuhkan sanksi ekonomi ke Teheran.

Kesengsaraan ekonomi tersebut memicu protes anti-pemerintah pada November. Kelompok hak asasi manusia internasional mengatakan, sedikitnya 300 orang tewas dalam aksi protes. Parlemen Iran tidak memiliki kekuasaan untuk mendikte kebijakan utama pemerintah. Parlemen bertugas untuk menetapkan anggaran tahunan dan memakzulkan para menteri. Keputusan kebijakan pemerintah di Iran ada di tangan Khamenei.

Ketua parlemen Iran saat ini, Ali Larijani memutuskan untuk mengundurkan diri setelah 11 tahun menjabat. Dia tidak lagi mencalonkan diri dalam pemilu kali ini. Sementara itu, mantan walikota Teheran Mohammed Baqher Qalibaf dipandang sebagai salah satu kandidat terkuat untuk menggantikan Larijani. Qalibaf diketahui merupakan mantan kepala angkatan udara Garda Revolusi Iran.

Anggota parlemen saat ini didominasi oleh kalangan pro-reformasi dan moderat yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Sementara, sisanya terbagi antara kalangan independen dan garis keras.

Tingkat partisipasi pemilu parlemen pada 2016 mencapai 62 persen. Angka tersebut menurun dari jumlah tingkat partisipasi pemilu pada 2012 yakni sebesar 66 persen. Pemilu kali ini digelar pada hari Jumat, yang bertepatan dengan hari libur. Diharapkan jumlah partisipasi warga Iran dalam pemilu bisa meningkat. Hasil pemilu parlemen akan diumumkan pada Sabtu (22/2). Sedangkan, pemilihan presiden Iran dijadwalkan berlangsung pada 2021. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement