REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil riset Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) mendapati bahwa mayoritas responden tidak ingin agar pelaksanaan Pilpres dan Pileg dilakukan serentak. Publik lebih senang kalau penyelenggaraan Pilpres dan Pileg dipisah.
Berdasarkan surve tersebut sebesar 56,4 persen responden ingin agar Pilpres dan Pileg dilakukan pada waktu berbeda. Sementara 36,8 persen publik menghendaki sebaliknya dan 6,8 persen warga menjawab tidak tahu.
"Alasan sederhana karena memang infrastuktur kita untuk menunjang penyelengaraan bersama itu tidak maksimal," kata Direktur Eksekutif PPI Adi Prayitno di Jakarta, Ahad (23/2).
Adi mengatakan, publik berkaca pada pelaksanaan Pilpres dan Pileg serentak pada 2019 lalu. Dia mengungkapkan, jatuhnya korban jika dan peristiwa lainnya membuat masyarakat lebih senang jika penyelenggaraan pemungutan suara itu dipisah.
Adi melanjutkan, sebesar 36,8 persen publik yang ingin Pilpres dan Pileg dilakukan serentak beralasan efisiensi waktu dan anggaran. Mereka, Adi menuturkan, tidak ingin ambil pusing terlalu lama memikirkan politik nasional.
"Mereka pusing juga kalau disajikan dengan politik sehingga mereka lebih fokus untuk bicara Indonesia maju," katanya.
Survei PRC dan PPI dilakukan terhadap 2197 responden yang tersebar secara proporsional pada 22 desa/kelurahan. Survey dilakukan pada awal Februari 2020 menggunakan metode multistage random sampling.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Margin of ereor survei sebedar 2,13 persen.