Rabu 26 Feb 2020 18:11 WIB

MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Serentak Nasional dan Lokal

MK merasa tak berwenang menentukan satu desain pemilu.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Sidang di Mahkamah Konstitusi. (ilustrasi)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sidang di Mahkamah Konstitusi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait pemisahan pemilihan umum (pemilu) antara nasional (Pilpres, Pileg DPR dan DPD) dan lokal (kepala daerah dan DPRD). Permohonan perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 itu terkait uji materi Undang-Undang tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada.

"Amar putusan, mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi pemohon dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2).

Baca Juga

Dalam pertimbangannya, Anggota Majelis Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, permohonan itu ditolak karena MK tak berwenang menentukan satu desain pemilu, bahkan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Sebab, putusan MK bersifat akhir dan mengikat.

Saldi menjelaskan, MK menyerahkan penentuan model pemilu kepada pembentuk Undang-Undang yakni pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan pertimbangan MK dalam putusan ini. Keserentakan pemilu dengan pemilihan DPRD dapat tinjau atau ditata kembali.

Peninjauan dan penataan itu dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah prinsip dasar keserantakan pemilu dalam praktik sistem pemerintah presidensil. Dengan demikian, MK menegaskan tetap mempertahankan keserentakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.

"Bahwa keserentakan pemilihan umum untuk pemilihan anggota lembaga perwakilan rakyat di tingkat pusat dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden merupakan konsekuensi logis dan upaya penguatan sistem pemerintahan presidensil," tutur Saldi.

MK juga menyebutkan enam alternatif beberapa model pemilu tanpa mengubah keserentakan pilpres, DPR, dan DPD. Diantaranya model pemilu yang telah dilaksanakan pada Pemilu 2019 lalu maupun pemilu dengan memisahkan pilpres, DPR, dan DPD dengan pemilihan kepala daerah dan DPRD.

Satu model yang disebutkan juga sebenarnya diajukan Perludem yaknj pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota.

"Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden," kata Saldi.

"Bahwa telah tersedia berbagai kemungkinan pelaksanaan pemilu serentak sebagaimana dimaksud diatas, penentuan model yang dipilih menjadi wilayah bagi pembentuk undang-undang untuk memutuskannya. Namun demikian, dalam memutuskan pilihan model atas keserentakan pemilu, pembentuk undang-undang perlu mempertimbangkan beberapa," tutur Saldi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement