REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, praktik aborsi yang dilakukan oleh remaja merupakan fenomena yang menakutkan. Hal itu, kata Arist, salah satunya terlihat saat polisi menggerebek klinik aborsi di Paseban, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Arist mengungkapkan, dari 903 pasien yang melakukan aborsi di klinik itu, hampir 38 persen merupakan perempuan berusia di bawah 18 tahun.
"Hampir 38 persen lho. Artinya, hampir mencapai 50 persen masih usia produktif. Ini sangat berbahaya ketika anak itu masih berusia antara 16-17 tahun kan bis merusak masa depan selain kesehatan reproduksinya begitu," kata Arist saat dihubungi Republika.
Menurut Arist, fenomena tindakan aborsi yang dilakukan oleh remaja dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah kemajuan teknologi yang secara terbuka memberikan akses kepada para remaja untuk memperoleh konten-konten berisi seks.
Padahal, kata Arist, pembekalan atau pemahaman terhadap remaja mengenai reproduksi maupun aktivitas seksual masih sangat kurang. Akibatnya, para remaja menjadi salah langkah lantaran menganggap hubungan seksual merupakan hal biasa. Bahkan menjadikannya sebagai gaya hidup.
Menurut dia, untuk mengatisipasi para remaja dalam usia produktif melakukan aborsi, maka harus ada pemahaman secara terbuka dan jelas tentang hak-hak reproduksi. Hal itu dapat dimulai dari lingkungan terdekat, seperti di rumah dan sekolah., Namu peran kedua orang tua sangat penting dalam menyampaikan hal tersebut.