REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat, dampak penyebaran virus corona di China telah memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas perdagangan Indonesia. Khususnya untuk kinerja impor Indonesia dari China yang sudah turun 51,2 persen dari 948 juta dolar AS pada pekan kedua Januari 2020 menjadi 463 juta dolar AS pada pekan terakhir Februari.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat menuturkan, tren penurunan ini merupakan anomali dibandingkan kondisi biasanya. Seharusnya, dua pekan setelah perayaan Imlek yang jatuh pada Sabtu (25/1), tingkat impor meningkat. "Kita bisa melihat ini dampak daripada corona," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (3/3).
Berdasarkan grafik, Syarif menjelaskan, tren penurunan impor sudah terjadi sejak akhir tahun lalu. Penyebabnya, menjelang liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), sehingga kegiatan industri yang membutuhkan impor mengalami penurunan. Penurunan berikutnya kembali terjadi menjelang Imlek karena aktivitas di China memang turun.
Penurunan tersebut seharusnya rebound pada dua pekan setelah Imlek. Tapi, Syarif mengatakan, perpanjangan libur akibat outbreak di China menyebabkan aktivitas produksi terhenti semakin lama. Dampaknya, nilai impor Indonesia dari China pun menurun.
Secara year on year (yoy), nilai impor dari China juga turun. Tercatat, pada pekan terakhir Februari 2019, nilai impor dari China sebesar 541 juta dolar AS yang menjadi 463 juta dolar AS pada periode yang sama di tahun ini. Artinya, ada penurunan sekitar 14,4 persen.
Syarif menuturkan, penurunan ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas produksi di China. Sebagian besar pekerja industri di sana dirumahkan hingga 8 Maret, sehingga kegiatan ekonomi relatif terhenti. Pihak Bea Cukai setempat pun ikut diliburkan sementara dan tidak bisa keluar rumah untuk menghindari penyebaran yang semakin luas.
Selain itu, Syarif menambahkan, penyebaran virus corona menyebabkan penerbangan Cian ke Indonesia terhenti sehingga menghambat pengiriman barang impor ke Indonesia. Ia tidak dapat memprediksi kapan tren penurunan nilai impor berlangsung. "Ini sangat ditentukan bagaimana perkembangan ekonomi dunia yang saat ini relatif terganggu dengan corona," ujarnya.
Berbeda dengan impor, kinerja ekspor terbilang lebih baik dengan penurunan hanya 9,2 persen dari 557 juta dolar AS pada pekan kedua Januari menjadi 506 juta dolar AS pada pekan terakhir Februari. Secara year-on-year, ekspor ke China justru naik tipis 24 persen dari semula 381 juta dolar AS pada pekan terakhir Februari 2019 menjadi 506 juta dolar AS pada pekan terakhir Februari 2020.
Syarif mengatakan, tren ekspor yang relatif stabil itu patut dinilai sebagai pertanda baik. "Artinya, net ekspor atau selisih defisit kita dengan China berpotensi semakin mengecil," ujarnya.
Negara selain China
Sementara itu, virus corona tidak terlalu terpengaruh kepada kinerja ekspor-impor Indonesia dengan negara Top 5 selain China. Mereka adalah Jepang, Korea Selatan, Thailand, Amerika Serikat (AS) dan Singapura.
Berdasarkan data yang disampaikan DJBC Kemenkeu, nilai impor dari lima negara tersebut relatif naik. Pada pekan kedua Januari, nilainya adalah 994 juta dolar AS yang tumbuh menjadi 1,16 miliar dolar AS pada pekan terakhir Februari 2020.
Meskipun, secara tahunan turun tipis dari 1,17 miliar dolar AS pada pekan terakhir Februari 2019 menjadi 1,16 miliar dolar AS pada periode yang sama di tahun ini.