Kamis 12 Mar 2020 06:23 WIB

Erdogan Samakan Pasukan Keamanan Yunani dengan Nazi

Pasukan keamanan Yunani menembaki para migran saat berusaha memasuki negaranya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut pasukan keamanan Yunani bertindak seperti Nazi kepada para imigran suriah.
Foto: FAZRY ISMAIL/EPA-EFE
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut pasukan keamanan Yunani bertindak seperti Nazi kepada para imigran suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut pasukan keamanan Yunani berperilaku seperi Nazi Jerman. Pernyataannya berkaitan dengan tindakan Yunani mencegah masuknya gelombang migran ke wilayahnya.

“Tidak ada perbedaan antara gambar-gambar di perbatasan Yunani dan apa yang dilakukan Nazi," kata Erdogan saat berbicara di parlemen Turki pada Rabu (11/3).

Baca Juga

Dia menyoroti tindakan pasukan keamanan Yunani yang menembaki para migran saat berusaha memasuki negaranya. “(Itu) adalah barbarisme dalam arti sepenuhnya. Mengapa kalian sangat menghalangi mereka dan melakukan penyiksaan Nazi kepada mereka?” ujarnya dikutip laman Reuters.

Pemerintah Yunani segera mengkritik pernyataan Erdogan yang dianggap memperkeruh situasi dan suasana. Yunani pun menegaskan tentang prosedur bagi migran yang hendak memasuki wilayahnya.

“Kami memberi tahu semua orang bahwa mereka seharusnya tidak mencoba masuk melalui jendela. Ada sebuah pintu. Siapa pun yang berhak atas perlindungan harus mengetuk pintu itu dan berhak atas perlindungan berdasarkan hukum internasional,” ujar juru bicara Pemerintah Yunani, Stelios Petsas.

Sebelumnya Erdogan menolak menghentikan arus migran yang berusaha menyeberang ke Yunani meskipun mendapat tekanan dari Uni Eropa. “Kami tidak berpikir untuk menutup gerbang ini. Proposal kami ke Yunani adalah membuka gerbang. Orang-orang ini tidak akan tinggal di Yunani. Biarkan mereka menyeberang dari Yunani ke negara-negara Eropa lainnya,” kata Erdogan pada Selasa (10/3).

Erdogan mengungkapkan akan mengadakan pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan kemungkinan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di Istanbul pada 17 Maret mendatang. Mereka akan membicarakan krisis pengungsi yang sedang berlangsung di perbatasan Turki-Yunani.

Sekitar 10 ribu migran berusaha memasuki Yunani sejak Turki membuka gerbang perbatasannya pada 28 Februari. Tindakan tersebut dinilai mengingkari komitmen yang dibuat Turki bersama Uni Eropa pada 2016.

Dalam kesepakatan tersebut, Turki bersedia menampung pengungsi Suriah yang ingin menyeberang ke Eropa. Sebagai imbalannya, Uni Eropa memberikan dana bantuan 6 miliar euro dan perjalanan bebas visa ke Benua Biru bagi warga Turki.

Namun, Turki menganggap dana bantuan yang diberikan Uni Eropa tidak memadai untuk membiayai kebutuhan para pengungsi. Sejauh ini Turki telah menampung 3,6 juta pengungsi Suriah. Jumlah itu diprediksi akan bertambah karena pertempuran di Provinsi Idlib masih berlangsung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement