Kamis 12 Mar 2020 13:47 WIB

Perludem Minta Tito Pertimbangkan Ulang Usulan E-Voting

Teknologi informasi dalam pemilu mesti berpijak pada prinsip bebas dan adil.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Pencoblosan di Pemilu 2019 (ilustrasi)(republika)
Foto: republika
Pencoblosan di Pemilu 2019 (ilustrasi)(republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mempertimbangkan ulang usulannya terkait penerapan pemungutan suara elektronik atau e-voting dalam pemilihan umum (pemilu). Perludem mempertanyakan alasan usulan e-voting untuk menurunkan tingginya biaya pemilu selama ini.

"Apakah relevan e-voting diterapkan di Indonesia? Apakah terdapat aspek selain efisiensi yang perlu dipertimbangkan dalam wacana penggunaan e-voting?" ujar peneliti Perludem, Heroik M Patama, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/3).

Baca Juga

Ia mengatakan, selama ini argumen efisiensi tata kelola pemilu dengan menerapkan e-voting, di antaranya mengurangi tingginya biaya penyelenggaran, meringankan beban penyelenggara dan mempercepat proses rekapitulasi suara. E-voting memang bukan perangkat teknologi informasi yang baru dalam dunia pemilu.

Salah satu tujuan penerapan e-voting di beberapa negara memang untuk menciptakan efisiensi seperti Brasil dan India. Kendati demikian, terdapat pula negara-negara yang cenderung meninggalkan penggunaan e-voting seperti Jerman, Belanda, dan Prancis.

Ia menambahkan, penerapan e-voting dan e-counting di Brasil dan Filipina juga bukan tanpa masalah. Heroik menuturkan, dari berbagai kasus yang terjadi, tampak efisiensi tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya rujukan utama memutuskan pilihan penggunan e-voting dalam pemilu. 

Teknologi informasi dalam pemilu mesti berpijak pada prinsip utama pemilu, yakni bebas dan adil, termasuk menciptakan pemilu yang berintegritas. Dengan demikian, kata dia, pemetaan terhadap permasalahan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pilihan tekenologi informasi yang akan diterapkan ditentukan.

"Jika e-voting diterapkan, tentunya peralihan proses kepada mesin akan meminimalisasi dimensi transparansi sekaligus menghilangkan pengawasan partisipatif dari publik karena tidak ada lagi mekanisme penghitungan suara terbuka di TPS," kata Heroik. 

Untuk itu, Perludem menilai pemanfaatan teknologi informasi rekapitulasi elektronik atau e-recap lebih mendesak diterapkan dibandingkan dengan e-voting. Kendati demikian, penggunaan e-recap perlu dilakukan secara bertahap dengan persiapan yang matang dan uji coba berulang-ulang guna mendorong kepercayaan publik terhadap sistem e-recap

"Wacana pemanfaatan teknologi informasi perlu dibarengi dengan kajian yang mendalam dengan melibatkan berbagai pihak di dalamnya seperti penyelenggara pemilu, akademisi, dan kalangan masyarakat sipil," kata Heroik. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement