REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan BPJS Kesehatan harus sudah menjalankan peraturan setelah putusan pembatalan iuran diucapkan. Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah membatalkan kenaikan iuran sejak 27 Februari 2020 lalu.
"Putusan langsung berlaku mengikat meskipun presiden belum membatalkan keputusannya. Kecuali presiden tidak menghargai hukum," kata Abdul, dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/3).
Ia mengatakan, dengan putusan MA ini maka dengan sendirinya berlaku ketentuan yang lama. Sebab, ketentuan kenaikan iuran baru yang dimulai sejak awal 2020 tersebut sudah dibatalkan oleh MA. "Putusan yudisial review itu tidak ada eksekusi fisik, karena presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara wajib tunduk pada putusan itu," kata Abdul menjelaskan.
Hal serupa dikatakan Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir. Ia mengatakan, BPJS Kesehatan harus menjalankan putusan MA. Sebab, MA telah menyatakan bahwa kenaikan iuran tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang dan dinyatakan dibatalkan.