REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai wabah virus corona atau Covid-19 berpotensi mengganggu pelaksanaan Pilkada serentak 2020, yang berlangsung di 270 daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Sufmi mengatakan DPR meminta pemerintah untuk mengkaji pelaksanaan pilkada serentak
"DPR meminta pemerintah untuk mengkaji pelaksanaan Pilkadaserentak 2020 di tengah menjalarnya wabah COVID-19," kata Dasco di Jakarta, Senin (16/3).
Kajian itu, menurutnya terkait apakah pelaksanaan Pilkadaserentak 2020 dimundurkan atau tetap sesuai agenda yang sudah disepakati, dengan catatan memberlakukan mekanisme tertentu guna menghindari penyebaran virus tersebut. Dasco juga meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta masyarakat sipil yang bergerak dalam isu kepemiluan untuk duduk bersama membuat kajian khusus.
"Langkah itu dalam rangka merancang mekanisme pelaksanaan Pilkadaserentak 2020 di tengah menjalarnya wabah COVID-19 yang sudah menjadi pandemi secara global," ujarnya.
Menurutnya, mekanisme pilkada yang dirancang ini adalah alternatif dari pemerintah apabila COVID-19 masih menjadi wabah. Sufmi menilai langkah antisipatif dengan membuat model kampanye melalui media sosial, penyebaran gagasan, program dan janji kampanye sementara dilakukan lewat media massa atau platform lain yang tidak memerlukan tatap muka langsung.
"Di era digital ini, kampanye tanpa tatap muka dan tanpa melibatkan massa banyak sangat mungkin dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik mengatakan, tahapan-tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 masih berlanjut di tengah meningkatnya kasus virus corona di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan wabah penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru atau Covid-19 sebagai pandemi.
"Jadi saya pikir sebenarnya tidak ada sesuatu yang bisa perlu di-ini-lah ya maksudnya sampai bagaimana, sampai menghentikan tahapan, tidak. Tapi perlu kehati-hatian itu kan kepada kita semua perlu kehati-hatian," ujar Evi saat ditemui wartawan di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (12/3) pekan lalu.
Evi mengatakan, saat ini tahapan pencalonan perseorang masih berlangsung. KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota masih melakukan verifikasi administrasi dan kegandaan dokumen terhadap syarat minimal dukungan dan sebaran bakal pasangan calon (bapaslon) sampai 25 Maret 2020.
Kemudian tahapan dilanjutkan dengan verifikasi faktual di tingkat desa/kelurahan mulai 26 Maret sampai 15 April 2020. Panitia Pemungutan Suara (PPS) ditugaskan melakukan verifikasi faktual dengan cara sensus, yaitu mendatangi setiap tempat tinggal pendukung untuk mencocokkan kebenaran nama, alamat pendukung, dan dukungannya kepada bapaslon dengan dokumentasi identitas kependudukan asli.
Evi berharap kasus virus corona makin berkurang dan segera bisa diatasi. Tahapan verifikasi faktual mengharuskan PPS bertemu langsung dengan orang-orang yang menjadi pendukung bapaslon dalam Pilkada 2020.
Dengan demikian, Evi mengimbau jajaran KPU Daerah sampai petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), PPS, dan penyelenggara pemilu di tingkat bawah melaksanakan arahan pemerintah terkait pencegahan virus corona. Mereka diminta untuk terus berhati-hati tetapi tidak panik, sehingga tugas melakukan tahapan Pilkada 2020 tetap berjalan lancar.
"Karena itu, langkah-langkah misalnya rajin cuci tangan, kemudian kalau diperlukan dia ada yang sakit ya pakai masker untuk mencegah supaya tidak terjadi (penularan virus), kalau pun bicara ya jaraknya harus diatur tidak terlalu dekat," kata Evi.
Evi mengatakan, dalam Peraturan KPU (PKPU) belum diatur mengenai kebijakan menghadapi wabah penyakit di tengah perhelatan pemilihan seperti bencana alam. Akan tetapi, jika kasus virus corona ada kejadian luar biasa, maka sikap penyelenggara pemilu akan ditentukan berdasarkan kondisi di lapangan dan arahan pemerintah.
"Sampai saat ini belum ada sikap yang perlu kami ambil untuk menyikapi kondisi yang ada sekarang ini. Bahwa kemudian nanti ya tentu kami akan pleno-kan seperti apa yang harus kita lakukan. Dan itu kan kami mendapatkan dulu pemberitahuan dari pemerintah bahwa misalnya satu daerah dikarantina, perlu dilakukan seperti apa. Jadi enggak bisa kami mengambil keputusan sendiri terhadap situasi di lapangan," jelas Evi.