Senin 16 Mar 2020 18:16 WIB

MUI Keluarkan Fatwa Ibadah Saat Situasi Wabah Corona

Orang terpapar Corona, shalat Jumat dapat diganti dengan shalat Dzuhur di rumah.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Komisi Fatwa MUI(Republika TV/Havid Al Vizki)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komisi Fatwa MUI(Republika TV/Havid Al Vizki)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Virus Corona atau Covid-19. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan ketentuan hukum fatwa ini.

Ia mengatakan, pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit. Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

"Kedua, orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain," kata KH Asrorun kepada Republika, Senin (16/3).

Ia menjelaskan, bagi orang yang terpapar Covid-19, shalat Jumat dapat diganti dengan shalat Dzuhur di tempat kediaman. Karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.

Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan. Seperti berjamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya. Serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.  

Ketiga, orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, harus memperhatikan hal-hal ini. "Yakni dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat dzuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya," ujarnya.

KH Asrorun menerangkan, bagi orang sehat yang berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang. Maka tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19. Seperti tidak melakukan kontak fisik langsung dengan bersalaman, berpelukan, cium tangan.  Mereka juga disarankan membawa sajadah sendiri dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Ia melanjutkan, keempat, dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan tersebut. Sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat Dzuhur di tempat masing-masing.

"Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim," jelasnya.

KH Asrorun mengatakan, yang kelima, dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat. Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

Ketujuh, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19 terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.

"Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala') khususnya dari wabah Covid-19," ujarnya.

KH Asrorun melanjutkan, kesembilan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan menyebabkan kerugian publik. Seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.

Komisi Fatwa MUI juga merekomendasikan, pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar Covid-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.

"Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan dinyatakan sembuh," kata KH Asrorun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement