REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Hariyadi yang menolak gugatan praperadilan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA), Nurhadi dan dua lainnya menantu Nurhadi Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Ketiganya merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016.
"Di mana pertimbanganya memang sudah sesuai sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Senin (16/3).
Ali mengaku, sejak awal KPK meyakini bahwa para tersangka yang saat ini berstatus buron memang tidak berhak lagi mengajukan praperadilan sebagaimana ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Terlebih subjek dan objeknya sama dengan praperadilan sebelumnya yang pernah diajukan tersangka NH [Nurhadi] dan kawan-kawan, " ujar Ali.
Penyidik KPK, sambung Ali, hingga saat ini sedang menyelesaikan berkas perkara dan terus berupaya mencari keberadaan para DPO. Sekalipun demikian, KPK mengingatkan para DPO untuk menyerahkan diri ke KPK dan mengimbau kepada masyarakat apabila melihat dan bertemu dengan para DPO segera melaporkan pada kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum terdekat atau aparat pemerintah (RT/RW atau kelurahan) dan atau kepada KPK melalui call center 198.
Dengan ditolaknya gugatan praperadilan Nurhadi itu, membuat upaya KPK menetapkan status tersangka terhadap Nurhadi sah. Ini merupakan kedua kali gugatan Nurhadi ditolak hakim. Sebelumnya, dia mengajukan gugatan pada Januari lalu yang juga ditolak hakim.
KPK menetapkan status tersangka kepada Nurhadi atas dugaan menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui menantunya Rezky Herbiyono.
Upaya suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra di perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Selain itu, KPK mengungkapkan, Nurhadi melalui Rezky diduga menerima janji berupa 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali Hiendra karena perkara kalah di sidang.
Adapun, untuk kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta permohonan perwalian.