REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Daniel Tahi Monang Silitongan mengatakan, adanya kebijakan pembatasan belanja bahan pokok di ritel modern bertujuan agar seluruh masyarakat bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan. Polri telah menerbitkan kebijakan pembatasan belanja bahan pokok untuk mencegah panic buying terkait merebaknya wabah corona.
"Kami keluarkan surat edaran pembatasan belanja bahan pokok agar terjadi keadilan. Agar semua masyarakat mendapatkan bahan pokok secara merata," kata Brigjen Daniel saat dihubungi, dari Jakarta, Jumat (20/3).
Daniel membantah adanya aturan pembatasan belanja bahan pokok ini disebabkan karena stok bahan pokok di pasaran, langka. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri ini menegaskan stok bahan pokok saat ini masih cukup sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kurangnya stok.
"Kenapa kita harus panik, kenyataan semua stok (bahan pokok) ada. Beras, minyak goreng, mi instan ada. Gula pasir memang ada keluhan, sebentar lagi dari daerah dan luar negeri datang," ujarnya.
Daniel pun menegaskan bahwa produk bahan pokok di tangan petani masih ada. Jajaran Satgas Pangan terus mengawasi proses distribusi sehingga tidak terjadi keterlambatan pengiriman pasokan.
"Gula memang ada kelangkaan, tapi stok di daerah masih ada. Ada stok masuk ke Jakarta dari Lampung, Jawa Timur dan tempat lainnya," jelas jenderal bintang satu ini.
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menerbitkan kebijakan agar pembeli membatasi kuantitas belanja bahan pokok di pasar ritel modern. Kebijakan ini tertuang dalam surat edaran nomor B/1872/III/Res.2.1/2020/Bareskrim tertanggal 16 Maret 2020 yang ditandatangani oleh Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga.
Dalam surat edaran itu, ada empat bahan pokok yang pembeliannya dibatasi yakni beras maksimal 10 kg, minyak goreng maksimal 4 liter, mi instan maksimal dua dus dan gula maksimal 2 kg.