Sabtu 21 Mar 2020 01:52 WIB

DKPP: tak Semua Pelanggaran Penyelenggara Pemilu Dipecat

DKPP mengatakan tak semua pelanggaran penyelenggara pemilu berujung pemecatan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Plt Ketua DKPP Muhammad (kanan)
Foto: Republika/Prayogi
Plt Ketua DKPP Muhammad (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, putusan sanksi peringatan keras terakhir dimaknai pelanggaran kode etik dan penyelenggara pemilu (KEPP) tersebut sangat berat. Kendati demikian, apabila penyelenggara pemilu di kemudian hari terbukti kembali melanggar KEPP, tak lantas sanksi yang diberikan berupa pemberhentian tetap.

"Jadi tidak otomatis bahwa ketika dia melanggar lagi akan kita pecat, kita akan lihat kasus itu seberapa berat pelanggaran etiknya," ujar Muhammad saat dihubungi, Jumat (20/3).

Baca Juga

DKPP menilai dan memutuskan perkara suatu aduan dugaan pelanggaran KEPP berdasarkan pokok permasalahannya masing-masing. Sehingga, penyelenggara pemilu yang menjadi teradu dalam perkara akan memperhatikan dengan serius permasalahan.

"DKPP dalam menilai dan memutus satu laporan atau perkara etik, itu melihat case by case, makna putusan peringatan keras terakhir bahwa pelanggaran etiknya sangat berat. Pesannya yang mau disampaikan dengan kalimat peringatan keras terkahir bahwa pelanggaran etik ini serius," kata Muhammad.

Sebelumnya, DKPP memberhentikan tetap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik dalam sidang pembacaan putusan pada Rabu (18/3). Selain Evi, para anggota KPU lainnya termasuk ketua dijatuhi sanksi peringatan keras oleh DKPP.

Pengadu merupakan Hendri Makalau yang menjadi calon legislatif DPRD Provinsi Kalimantan Barat 2019-2024. Ia mengadukan KPU RI ke DKPP karena terjadi perubahan terhadap keputusan KPU Kalimantan Barat terkait penetapan Hendri sebagai caleg terpilih menggeser rekan satu Partai Gerindra, Cok Hendri Ramapon.

KPU RI beralasan keputusan KPU Kalbar sebelumnya tidak sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sengketa hasil pemilihan umum terhadap perolehan suara Hendri. Akan tetapi, KPU Kalbar atas putusan Bawaslu RI, selain menambah perolehan suara Hendri, kemudian juga mengurangi perolehan suara Cok.

Sehingga KPU Kalbar menetapkan Hendri Makalau sebagai caleg terpilih karena perolehan suaranya lebih besar dari Cok. Menurut KPU RI, amar putusan MK hanya mengubah hasil perolehan suara Hendri Makalu, tidak lantas mengurangi suara Cok.

DKPP menimbang, permasalahan tentang penetapan anggota DPRD terpilih menunjukkan adanya kesalahan, tetapi hal tersebut sama sekali diabaikan oleh KPU RI dan KPU Kalbar. Evi Novida sebagai Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu KPU RI bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.

Evi memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya. Selain itu, Evi juga menjabat Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat.

Dengan demikian Evi Novida bertanggungjawab mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait Penetapan dan Pendokumentasian Hasil Pemilu. Selain itu, Evi Novida pun telah mendapatkan sanksi peringatan keras atas Putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 tanggal 10 Juli 2019.

Atas pelanggaran kode etik dan pelanggaran penyelenggaraan pemilu kali ini, Evi dijatuhi sanksi pemberhentian tetap. Sebab, Evi dinilai tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement