Kamis 26 Mar 2020 11:40 WIB

Sisa Anggaran UN, untuk Lawan Covid-19 dan Harapan Honorer

Anggaran Ujian Nasional yang direalokasi awalnya untuk meeting, events, perjalanan.

Rep: Idealisa Masyrafina/Sapto Andika Candra/Inas Widyanuratikah/Mabruroh/ Red: Mas Alamil Huda
Siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri 2 Yogyakarta, Jetis, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri 2 Yogyakarta, Jetis, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pemerintah telah memutuskan untuk membatalkan Ujian Nasional (UN) 2020. Anggaran yang awalnya digunakan untuk UN akan direalokasikan untuk penanganan pandemi virus corona baru atau Covid-19.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na'im mengatakan, anggaran yang direalokasikan besarnya sekitar Rp 300 hingga Rp 400 miliar. Sebagian besar anggaran tersebut awalnya dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan pertemuan dan perjalanan.

"Yang kita realokasi itu mayoritas untuk meeting, events, dan perjalanan. Kita realokasi untuk membantu rumah sakit pendidikan sehingga mereka bisa membantu dalam pencegahan, pengetesan, tracing, dan sebagainya," kata Ainun Na'im dalam diskusi daring, Rabu (25/3).

Dia mengatakan, saat ini Kemendikbud telah merealokasi sekitar Rp 300 miliar, dan tengah mengupayakan agar bisa merealokasi anggaran hingga mencapai Rp 400 miliar untuk penanganan Covid-19. "Untuk detail UN memang sebagian sudah dipakai, sisanya untuk persiapan asesmen tahun depan," kata Ainun.

Plt Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno, menambahkan, anggaran masih dihitung lebih detail. Sebagian besar anggaran UN, kata dia, ada dekonsentrasi di pemerintah provinsi. Anggaran UN di provinsi yang bisa direalokasi untuk penanganan Covid-19 ada sekitar Rp 70 miliar.

"Itu nanti kita akan identifikasi mana yang sudah dipakai untuk persiapan-persiapan. Sebagian anggaran asesmen ini juga akan digunakan untuk persiapan AKM (asesmen kompetensi minimum) tahun depan," kata Totok.

Presiden Jokowi secara resmi telah memutuskan untuk meniadakan UN tahun 2020 yang sebelumnya sudah ada kesepakatan UN dihapus mulai tahun 2021. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, prioritas utama pemerintah saat ini adalah keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. 

Menurutnya, sistem respon Covid-19 harus menyelamatkan kesehatan rakyat, daya tahan sosial, dan dunia usaha. "Peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran Covid-19," kata Fadjroel. 

Sebagai pengganti UN, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberi dua opsi kepada masing-masing sekolah untuk memilih. Opsi pertama yang bisa diambil sekolah, tetap melakukan ujian kelulusan secara mandiri tanpa harus ada tatap muka dan mengumpulkan para siswa di ruang kelas. 

Ujian kelulusan sekolah, ujar Nadiem, bisa dilakukan dengan cara daring atau online. "Atau dengan angka dari lima semester terakhir. Itu opsi yang bisa ditentukan masing-masing sekolah," kata Nadiem.

 

Harapan honorer

Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara menyarankan anggaran UN diberikan kepada guru honorer, khususnya yang tidak memiliki SK kepala daerah ataupun Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Selain itu, ia juga menyarankan anggaran diberikan untuk guru honorer berprestasi. "Ini untuk ketahanan finansial di saat wabah corona," kata Dudung. 

Terkait regulasinya, Dudung mengatakan, agar dapat dibuat secara sederhana sehingga dapat dipenuhi para kepala sekolah di lapangan. "Tentu saja berpadu dengan pemerintah daerah, disdik, organisasi profesi, dan dewan pendidikan," kata Dudung.

Keputusan pembatalan UN ini mendapatkan apresiasi dari sejumlah guru di sekolah-sekolah. Seorang guru SMA swasta di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Maulana, menilai, keputusan pemerintah meniadakan UN sudah tepat. Karena UN sebetulnya hanya salah satu dari beberapa evaluasi pembelajaran yang dilakukan.

"Oleh karena itu, meniadakan atau membatalkan UN/UNBK bukan sebuah polemik besar yang perlu diperdebatkan. Apalagi dilihat dari situasi dan kondisi (Covid-19) kebijakan ini dikeluarkan, meskipun mendadak," ujar dia.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, mengatakan, peniadaan UN adalah keputusan yang tepat dalam suasana pandemi Covid-19. Menurut dia, guru-guru Indonesia banyak yang belum siap menjalankan model pembelajaran jarak jauh atau biasa disebut kelas maya. "Bila diadakan UN maka sesungguhnya persiapan menuju UN sangat minim terutama oleh peserta didik," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement