REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pengerjaan konstruksi Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta fase II yang dijadwal dimulai pada akhir Maret 2020 diperkirakan akan molor dari jadwal yang ditetapkan. Penyebabnya terkait merebaknya kasus penularan virus corona atau Covid-19.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda), Silvia Halim, mengatakan konstruksi MRT fase dua sedianya dilakukan pada Maret 2020. Namun, PT MRT Jakarta menerapkan kebijakan pembatasan jumlah karyawan pengerjaan konstruksi fisik.
"Pekerjaan utama untuk fase dua saat ini adalah aktivitas desain yang dapat tetap dilakukan dengan jarak jauh, dengan skema work from home (WFH)," ujar Silvia, Kamis (26/3).
Menurutnya, kebijakan tersebut mengacu pada imbauan pemerintah untuk berkegiatan di rumah dan mengurangi aktivitas di luar rumah akibat mewabahnya Covid-19. "Untuk pengerjaan fisik masih sangat minim, hanya sebatas penyelidikan tanah (soil investigation) saja, yang melibatkan jumlah pekerja dan pengawas yang sangat minim," katanya.
Menurutnya, pekerjaan saat ini dilakukan dengan mitigasi measures untuk memonitor kondisi kesehatan para pekerja atau pengawas. Pengawasan kondisi kesehatan pekerja MRT fase dua mengacu kepada Protokol Pencegahan Covid-19 di proyek konstruksi dari Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Kami juga tetap menerapkan protokol pencegahan penyebaran virus corona COVID-19 di lingkungan PT MRT Jakarta," terangnya.
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar sebelumnya mengatakan konstruksi proyek MRT Jakarta Fase II paket pertama dari Bundaran HI hingga Harmoni (CP201) dikerjakan oleh pemenang lelang yakni konsorsium perusahaan patungan Shimitsu Kobayashi dan PT Adhi Karya (Persero). William menyebutkan konstruksi paket pertama CP 201 ini akan dimulai pada Maret 2020.
"Nilai kontrak untuk paket pertama tersebut, yakni Rp 4 triliun untuk kebutuhan konstruksi dari Bundaran HI hingga Harmoni," terangnya.
Secara keseluruhan, terdapat 10 stasiun di lintasan MRT Fase II, mulai dari Stasiun Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, Mangga Dua, dan Ancol yang juga akan dibangun depo. Ia menuturkan pembangunan proyek MRT Fase II ini memakan biaya dua kali lipat dari Fase I, yakni Rp 22,5 triliun karena seluruhnya akan dibangun di bawah tanah (underground).
Selain itu juga akan dibangun melintasi situs bersejarah (heritage) dan akan menembus di bawah sungai mencapai 30 meter dari permukaan tanah. Sekaligus juga akan dibangun kawasan berorientasi transit (TOD) berbarengan dengan pembangunan konstruksi MRT Fase II.
"Kesiapannya memakan waktu karena proses desain tidak mudah, banyak jalur penting ada Monas dan Istana Kepresidenan, masuk ke Ciliwung, secara konstruksi ini menantang bangunan seluruhnya di bawah tanah, bahkan di bawah sungai," katanya.
Cegah Covid-19
Di tengah mewabahnya Covid-19 saat ini, pihak MRT Jakarta terus mengupayakan mencegah penularan virus di sarana MRT. Di antaranya dengan upaya disinfektan, menyediakan fasilitas hand sanitizer, pengecekan suhu hingga pembatasan penumpang dan terakhir mengubah jarak antar kereta. Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda), Muhammad Effendi mengatakan kebijakan mengubah jarak antar kereta berdasarkan hasil evaluasi tiga hari terakhir.
Ia mengungkapkan perubahan jarak antar kereta dilakukan karena adanya penurunan jumlah penumpang yang signifikan, yaitu secara berturut-turut 13 ribu, 10 ribu, dan yang terakhir mencapai titik 3.000 penumpang. "Dengan mempertimbangkan hal tersebut, PT MRT Jakarta memperbarui kebijakan layanan dengan menerapkan jarak keberangkatan antar kereta tiap 10 menit selama jam operasional pukul 06.00 hingga 20.00," jelasnya.
Ia menjelaskan perubahan kebijakan layanan ini berdasarkan evaluasi jumlah penumpang yang semakin menurun seiring dengan ditetapkannya status DKI Jakarta menjadi Tanggap Darurat Bencana Covid-19, serta arahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kegiatan di luar rumah dalam rangka antisipasi penyebaran pandemi Covid-19 sejak pekan lalu.
"Evaluasi kami dalam tiga hari terakhir ini, jumlah penumpang telah berkurang hingga lebih dari 90 persen dari jumlah penumpang di hari normal," katanya.
Meskipun kebijakan layanan jarak antar kereta mengalami perubahan, namun kebijakan pembatasan jumlah penumpang 60 orang per kereta atau 360 orang per rangkaian tetap diterapkan. Kemudian, pembatasan jarak sosial (social distancing) dengan menjaga jarak minimal satu meter dengan penumpang lainnya baik di kereta maupun di dalam stasiun juga tetap dilaksanakan.
PT MRT Jakarta telah memasang tanda antrean di depan pintu penumpang sebelum melakukan pengetapan dan juga di pintu tepi peron untuk tetap menjaga penerapan jarak sosial. Petugas akan selalu memastikan hal ini dipatuhi, dan tim stasiun akan mengelola apabila terdapat antrean penumpang di stasiun dan kereta dengan baik.