Jumat 27 Mar 2020 18:44 WIB

Mahfud: Sebenarnya Kita Sudah Karantina, Tapi Terbatas

Mahfud mencontohkan Jakarta yang warganya dilarang berpergian.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD saat melaksanakan konferensi video dengan media, Jumat (27/3).
Foto: Dok. Humas Memenko Polhukam
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD saat melaksanakan konferensi video dengan media, Jumat (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan, secara praktis sebenarnya saat ini pemerintah telah melakukan karantina. Tapi, karantina yang dilakukan itu masih terbatas.

"Secara praktis sekarang ini kan kita sudah melakukan karantina tapi terbatas kan. Misalnya di Jakarta itu orang tidak boleh bepergian," ungkap Mahfud dalam konferensi video, Jumat (27/3).

Baca Juga

Menurut dia, contoh itu merupakan karantina terbatas yang telah dilakukan beberapa waktu ke belakang. Saat ini, pemerintah mempunyai pemikiran untuk melakukannya secara lebih luas lagi meskipun tidak melakukan karantina secara total seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain.

"Kita sedang mengatur prosedur-prosedur dan pembatasan-pembatasannya serta syarat-syaratnya. Karena kita tidak mungkin, yang punya wilayah begitu banyak dan ada perlintasan, ada satu daerah dengan daerah lain, lalu di-lockdown. Tidak boleh," katanya.

Pemerintah memang tengah menggodok rancangan PP untuk melakukan karantina kewilayahan. Hal itu dilakukan untuk menindaklanjuti keinginan beberapa daerah di Indonesia yang hendak melakukan karantina kewilayahan tersebut.

"Mereka sudah mulai menyampaikan beberapa keputusan kepada pemerintah (tapi) formatnya belum jelas. Oleh sebab itu kita sekarang, pemerintah ini sedang menyiapkan rancangan PP untuk melaksanakan apa yang disebut karantina perwilayahan," ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memang ada yang disebut dengan karantina kewilayahan. Hal tersebut berarti membatasi perindahan orang, kerumunan orang, atau gerakan orang demi keselamatan bersama.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, untuk melaksanakan apa yang diatur dalam UU tersebut diperlukan PP sebagai peraturan pelaksanaannya.

PP yang tengah dibicarakan oleh pemerintah akan mengatur soal syarat apa saja yang dapat membuat suatu daerah melakukan pembatasan gerakan tersebut.

"Apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan dan bagaimana prosedurnya. Itu sekarang sedang disiapkan. Insyaallah nanti dalam waktu dekat akan keluar peraturan itu agar ada keseragaman tentang itu," jelas dia.

Salah satu hal yang akan diatur juga ialah terkait prosedur pengajuan pengarantinaan kewilayahan tersebut. Pemerintah akan mengatur, pihak yang dapat mengusulkan keputusan tersebut ialah Kepala Gugus Tugas Wilayah Provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Nasional. Barulah kemudian Kepala Gugus Tugas Nasional akan berkoordinasi dengan menteri-menteri terkait.

"Seumpamanya terjadi karantina wilayah, nanti tentu saja tidak boleh ada penutupan lalu lintas jalur terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok," tuturnya.

Selain itu, toko, warung, maupun supermarket yang memang barang dagangannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa ditutup. Tempat-tempat tersebut juga tidak boleh dilarang untuk dikunjungi. Itu tentu tetap dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement