Oleh: DR Iswandi Syahputra, Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Jadi begini, intinya adalah:
Adil sejak dalam pikiran bijak sejak dalam hati.
Penjelasannya:
Nilailah orang dari kebaikan dan kemanfaatannya bagi orang lain. Sebab, menurut Rasulullah SAW:
الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”
Jangan menilai manusia hanya dari keburukannya. Sebab, namanya manusia pasti ada baik dan buruknya. Kalau ada orang terlihat baik, itu karena keburukannya belum terungkap. Demikian pula, kalau ada orang terlihat buruk, itu karena kebaikannya belum terbuka.
Kita masuk ke kasus beberapa mikro-seleb media sosial yang jadi bahan pembicaraan saat ini.
Jika mereka para mikro-seleb itu pernah dianggap menolak kebijakan lockdown, kemudian dikaitkan dirinya sebagai buzzer atau influencer media sosial yang dekat dengan kekuasaan, tapi saat ini bermigrasi mendukung kebijakan lockdown kemudian karena sikap itu mereka dihujat, padahal mereka berbuat kebaikan nyata dan bermanfaat pada masyarakat dalam mencegah menyebarnya Covid-19, apakah kita sudah adil menghujat mereka yang sudah memberi manfaat nyata pada masyarakat?
Karena itu, secara pribadi saya keberatan mereka yang sudah memberi manfaat pada masyarakat para mikro-seleb tersebut dihujat. Maafkan kesalahan masa lalu mereka (jika memang ada kesalahan atau dianggap salah) dan berilah apresiasi terhadap manfaat yang mereka berikan pada masyarakat saat ini.
Adil sejak dalam pikiran dan bijak sejak dalam hati itu dimulai dari meletakkan dan menilai sesuatu pada tempat dan masanya. Itu sebabnya dalam pemikiran Islam ada istilah qoul qadim (ucapan terdahulu) dan qoul jadid (ucapan terbaru) atau nasakh dan mansukh dalam ayat suci Al-Qur'an.
Masalahnya adalah:
Apakah kita juga bisa adil sejak dalam pikiran dan bijak sejak dalam hati saat sekelompok orang (sebut saja FPI) atau seseorang (sebut saja Anies Baswedan) berbuat kebaikan dan memberi manfaat pada manusia untuk mencegah menyebarnya Covid-19? Apakah kita bisa menerima dan mengapresiasi kebaikan dan manfaat yang mereka berikan pada manusia dan kemanusiaan?
Jika belum, mungkin memang kita belum berpikir adil sejak dalam pikiran dan bijak sejak dalam hati. Kebencian menjadi musuh dalam selimut pada diri kita masing-masing.
Karena itu...
Firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah: 8 ini perlu kita ingat bersama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Demi kebaikan bersama, kita perlu bersama melawan Covid-19. Dalam konteks adil di kalangan buzzer dan influencer Indonesia saat ini, tidak perlu membenci dan menghujat. Untuk itu, saya menawarkan formula:
Janganlah kebencianmu pada sesuatu membuatmu tidak adil.
Dan...
Janganlah kefanatikanmu pada sesuatu membuatmu tidak adil.
Bagaimana, cocok?