REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak diragukan lagi, Imam Syafi'i merupakan salah seorang ulama besar dalam sejarah Islam. Dialah salah satu imam dalam bidang fikih yang dikenal Ahlus sunnah wa al-jama'ah (Aswaja). Pengikut mazhab Syafi'i tersebar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Dalam bidang usul fikih, kepakaran Imam Syafi'i juga tidak diragukan. Ini dibuktikan dengan beberapa pendapatnya ketika ia mengajar di berbagai negara, seperti Mesir, Baghdad, Yaman, Madinah dan lainnya. Karena itu pula, ada perbedaan pendapatnya dalam satu masalah tertentu, karena perbedaan cara pandangnya berdasarkan kaidah ushul al-fiqhiyyah, maupun situasi dan tempat, sehingga ada dua periode, yakni era pendapat lama (qawl qadim) dan ada pendapat baru (qawl jadid).
Pendapatnya yang lama (qawl qadim) disampaikannya ketika ia bertugas menuntut ilmu di Baghdad, Irak tahun 184-186 H pada ulama-ulama bermazhab Hanafi seperti Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani serta tokoh lain yang menganut mazhab Ahl al-Ra'yi. Begitu juga ketika ia kembali ke Baghdad tahun 195-197 H, setelah sempat kembali ke Madinah dan Makkah, Imam Syafi'i mengajarkan metode atau cara pengambilan hukum terbaru di kota ini.
Kendati saat itu berkembang pesat mazhab hanafi, metode pengambilan hukum terbaru ini memengaruhi ulama-ulama Baghdad.
Seperti diungkapkan Abu Thaur, seorang ulama Baghdad. ''Awalnya banyak diantara kami yang tidak mengetahui perkara-perkara umum namun maksudnya khusus dan perkara khusus tetapi maksudnya umum. Hal itu kami ketahui justru dari Imam Syafi'i,'' jelas Abu Thaur.
Namun demikian, mulai munculnya pendapat Syafi'i yang terbaru dan paling up date adalah ketika dirinya kembali ke Makkah (197-199 H) dan pindah ke Mesir (199-204 H). Pendapatnya yang terbaru ini dinamakan dengan qawl jadid (pendapat baru).
Perpindahan beliau ke Mesir ini membawa perubahan besar dalam fatwa-fatwanya. Perombakan ini berpuncak dari penemuan beliau dengan dalil-dalil baru yang belum ditemuinya selama ini, atau belum didapati hadis-hadis sahih semasa masih di Baghdad, Palestina, Yaman, maupun Makkah.
"Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah Mazhab saya," demikian ungkapan Imam Syafi'i.