Rabu 01 Apr 2020 07:39 WIB

APD yang Terus Menerus Kurang

Sebanyak 933 rumah sakit dan 3.800 puskesmas keluhkan kekurangan APD.

Pekerja membuat pakaian alat pelindung diri (APD) tenaga medis di konveksi rumahan, Depok, Jawa Barat, Senin (30/3/2020). Relawan Urunan Produksi memproduksi pakaian hazmat untuk dibagikan kepada tenaga medis di jabodetabek terkait mewabahnya virus corona atau COVID-19 di Indonesia
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja membuat pakaian alat pelindung diri (APD) tenaga medis di konveksi rumahan, Depok, Jawa Barat, Senin (30/3/2020). Relawan Urunan Produksi memproduksi pakaian hazmat untuk dibagikan kepada tenaga medis di jabodetabek terkait mewabahnya virus corona atau COVID-19 di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Iit Septyaningsih, Antara

Alat pelindung diri (APD) menjadi senjata yang sangat penting bagi tenaga medis untuk bekerja. Kelangkaan APD namun hingga kini masih terus terjadi.  

Baca Juga

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui meski pemerintah telah mendistribusikan APD untuk tenaga medis pekan lalu hingga ratusan ribu unit tetapi jumlahnya masih kurang. Sebab, APD sebenarnya hanya bisa digunakan sekali pakai padahal jumlah kasus dan pasien bertambah.

Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengaku dua hari yang lalu telah mengadakan rapat dengan IDI wilayah dan mendapat laporan rekannya yang hampir semuanya praktik di rumah sakit mengeluhkan hal ini. "Memang APD sudah didistribusikan, tetapi setelah satu pekan dan kasus terus bertambah ternyata mereka mengeluhkan APD masih kurang karena hanya untuk sekali pakai," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (31/3).

Tak hanya itu, IDI juga mengeluhkan kurangnya masker wajah untuk para tenaga kesehatan. Karena itu, ia meminta pengadaan stok APD dan masker terus dilakukan. IDI meminta pengadaan APD harus rutin dilakukan karena semakin bertambah hari maka otomatis ketersediaannya semakin berkurang karena terus digunakan.

Sementara di satu sisi pasiennya bertambah banyak jadi kebutuhan APD juga otomatis semakin meningkat. Ia menambahkan, para dokter juga tidak hanya sekadar meminta APD, penghematan penggunaannya juga terus diupayakan. Caranya dengan mengurangi operasi karena baju operasi bisa dialihfungsikan menjadi APD, kemudian ruang operasi disulap menjadi ruang isolasi Covid-19.

Lalu ada upaya memodifikasi jas hujan hingga kantong plastik sampah sebagai APD.

Ia menegaskan suplai APD harus terus-menerus dicukupi pemerintah.

Jika APD tidak dilengkapi, dia melanjutkan, maka akan menjadi masalah baru. "Ujung-ujungnya tenaga kesehatan seperti dokter, perawat bisa menjadi korban ikut tertular virus ini," katanya.

Ini terbukti dari keterangan yang dihimpun dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta terdapat 81 petugas kesehatan terinfeksi Covid-19. Ia menambahkan, tenaga kesehatan itu tertular karena nekat menolong pasien tanpa dilengkapi APD memadai sesuai standar organisasi kesehatan dunia (WHO) atau Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kalau tenaga kesehatan tertular ini tetap nekat praktik maka bisa juga menularkan virus itu ke sesama dokter. Bahkan ia menyebut dokter di Jakarta yang meninggal akibat Covid-19 di DKI Jakarta bertambah menjadi sebanyak delapan jiwa.

IDI khawatir kalau dokter terinfeksi dan bahkan meninggal, maka siapa yang akan merawat pasien positif  Covid-19 yang terus bertambah tersebut. "Masa DPR atau wartawan karena ilmunya kan ada di petugas kesehatan. Perannya sudah masing-masing, tidak mungkin diganti dengan yang lain," katanya. Daeng Faqih meminta keselamatan dan nyawa tenaga kesehatan harus diselamatkan.

Juru Bicara Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan APD terus dikirimkan. "Kami kirim setiap hari, sekarang kami telah mendistribusikan lagi 100 ribu APD ke DKI Jakarta. Kalau perlu tanya provinsi sudah masuk atau belum," ujarnya.

Pria yang juga Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes itu menegaskan, setiap hari mengirim APD jika ada stok. APD ini langsung disalurkan ke Dinas Kesehatan provinsi masing-masing.

Organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyebut pemerintah telah mendistribusikan 105 ribu APD ke rumah sakit (RS) rujukan, RS TNI, RS Polri, hingga rumah sakit darurat yang menangani virus corona SARS-CoV2 penyebab Covid-19. Kendati demikian, pendistribusian itu tak merata sampai ke fasilitas kesehatan yang juga menangani Covid-19 misalnya RS swasta.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah mengakui pendistribusian APD ke rumah sakit rujukani,RS TNI, Polri, RS darurat menangani Covid-19 sudah tercukupi.

"Tetapi yang masih banyak memerlukan adalah RS swasta, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), hingga klinik yang memang ada hubungannya dengan pelayanan Covid-19. Kami mengumpulkan data bahwa masih ada 933 rumah sakit dan sekitar 3.800 puskesmas seluruh Indonesia yang masih butuh APD," ujarnya.

Menurutnya tak sedikit RS swasta dan klinik ini didatangi pasien Covid-19 sebelum dirujuk ke RS rujukan maupun RS darurat. Padahal, ia menyebutkan setiap pasien positif Covid-19 datang ke fasilitas kesehatan, utamanya yang telah menjalani perawatan di unit gawat darurat (UGD) dan rawat jalan maka tenaga kesehatannya pasti membutuhkan APD.

Ia menyebutkan ada tenaga medis yang butuh masker wajah, baik N95 atau masker bedah biasa. Ia menambahkan, banyaknya RS swasta dan klinik atau puskesmas yang awalnya merawat pasien positif Covid-19 tetapi belum tercakup ini membuat tenaga kesehatan rentan terpapar dan kondisi ini berbahaya untuk penanganan Covid-19.

"Misalnya di Italia karena banyak tenaga kesehatan yang terpapar akhirnya mereka kekurangan tenaga medis untuk penanganan medis dan makin parah. Makanya APD ini jadi pertahanan terakhir," ujarnya.

Meski ia mengakui, jas hujan memang bisa dimodifikasi menjadi APD namun tetap ada kemungkinan virus itu bisa memasuki tubuh tenaga medis karena ukurannya yang sangat kecil. Apalagi, ia melanjutkan, jas hujan itu tentu tidak memenuhi standar APD.

Selain itu, ia menyebutkan APD peruntukkannya hanya untuk sekali pakai dan kalaupun ada yang bisa digunakan kembali setelah dibersihkan lagi, paling yang ideal hanya sepatu bot dan helm. Pihaknya mengaku telah mengirim surat resmi permintaan APD ke gugus tugas. Namun hingga kini belum ada jawaban.

Hanief percaya negara punya kebijakan dan itu bisa berlaku ke siapa saja, termasuk industri untuk memproduksi APD. "Katanya pemerintah sudah memerintahkan industri tekstil dan garmen tapi terkendala bahan baku, ya kita bisa cari bahan baku yang aman.  Kalau pemerintah mau pasti bisa, pemerintah memang harus turun tangan," ujarnya.

photo
Pelaku UMKM V-RA Collection, Lailatul Istiqomah menunjukkan baju alat pelindung diri (APD) di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (29/3/2020). Dinas Perdagangan Kota Surabaya mengerahkan sekitar 20 UMKM untuk membuat baju APD berbahan kain gore-tex yang akan didistribusikan oleh Dinas Kesehatan ke seluruh rumah sakit yang menangani COVID-19 - (ANTARA/Moch Asim)

Untuk mencukupi kebutuhan APD, pemerintah menggenjot produksinya di dalam negeri. Direktur Industri Tekstil Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh menjelaskan, penambahan produksi APD di dalam negeri berasal dari sejumlah perusahaan existing yang mendiversifikasi produknya. Termasuk pada sektor industri tekstil.

“Kami berharap, produsen ini akan mampu memenuhi produksi 16 sampai 17 juta unit APD per bulan. Sekaligus untuk baju medis atau surgical gown sebesar 508.800 paket per bulan,” tuturnya di Jakarta, pada Selasa, (31/3).

Kemudian, lanjutnya, kebutuhan masker dalam menghadapi pandemik Covid–19 ini, diperkirakan mencapai 162 juta per bulan. Sementara, kapasitas produksi di dalam negeri sebesar 131 juta per bulan.

Pelengkap lainnya seperti sarung tangan karet, kata dia, mampu diproduksi di dalam negeri dengan kapasitas nasional sebesar 8,6 miliar pasang. Jenis sarung tangan yang dihasilkan pada umumnya berupa medical gloves, seperti examination gloves dengan persentase produksi 97 persen dan surgical gloves 3 persen.

Ia menjelaskan, sarung tangan karet berjenis surgical memiliki ukuran lebih detail dengan sensitivitas lebih tinggi. Pembuatannya menggunakan standar tinggi, karena penggunaan untuk proses operasi atau tindakan yang memerlukan prosedur sensitif dan steril.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil atau Emil mengatakan Provinsi Jabar memerlukan sekitar 30 ribu APD untuk tenaga medis. Ia berharap pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dapat memenuhi kebutuhan APD di Jabar.

"Kami hanya punya sisa 800 APD itu dari sisa pengiriman minggu lalu oleh BNPB dan lainnya yang totalnya 15 ribu. Mohon bantuan APD 30 ribu untuk seminggu ke depan," katanya.

"Per hari ini para bupati dan wali kota menagih APD ke saya, kalau ada pasti saya kirim, karena itu saya mohon secepatnya bisa di-drop (APD)," lanjutnya, Selasa (31/3).

Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI Muhadjir Effendy merespons permintaan Gubernur Jabar. Muhadjir memastikan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) akan segera mengirim APD kepada semua daerah yang membutuhkan. Menurut dia, BNPB saat ini memiliki cadangan 300 ribu APD yang bakal dikirimkan ke daerah-daerah.

"Dari Gugus Tugas Covid-19 untuk APD dalam tiga hari ini kita punya cadangan 300 ribu APD dan akan segera kita berikan ke daerah," katanya.

photo
Hand sanitizer (ilustrasi) - (republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement