Kamis 02 Apr 2020 20:20 WIB

Soal Mudik, Pengamat: Bertentangan dengan Kebijakan PSBB

Mudik berpotensi meningkatkan penyebaran virus Covid-19 di daerah.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Kendaraan pemudik masuk melalui Gerbang Tol (GT) Waru Gunung, Surabaya, Jawa Timur (Ilustrasi)
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Kendaraan pemudik masuk melalui Gerbang Tol (GT) Waru Gunung, Surabaya, Jawa Timur (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Defny Holidin menyebut pemerintah tengah bermain dengan api dengan memperbolehkan warga untuk mudik. Dia mengatakan, mobilisasi massa dalam jumlah besar itu justru bertentangan dengan kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB).

"By nature dari sisi pandemi dan by design  kebijakan mitigasi bencana, lampu hijau bagi mudik ini bertentangan dengan kebijakan PPSB dan tujuan awal penanggulangan wabah covid-19," kata Defny Holidin di Jakarta, Kamis (2/4).

Dia menjelaskan, secara empirik, ketika masyarakat diperbolehkan melakukan mudik dengan cara konvensional seperti tahun-tahun sebelumnya, tingkat kerapatan jarak fisik antar orang dalam interaksi sosial selama mudik tak terhindarkan.

Dia mengatakan, mudik berpotensi meningkatkan penyebaran virus Covid-19 alias Corona di daerah. Kata dia, bukan tidak mungkin akan ada lonjakan pemaparan covid di luar DKI Jakarta yang saat ini merupakan daerah dengan tingkat pemaparan yang tinggi.

Menurutnya, pemerintah seharusnya memberlakukan karantina wilayah jika melihat angka positif Covid-19 yang menjadikannya sebagai zona merah. Sejauh ini sebanyak 897 warga DKI sudah dinyatakan positif terpapar Corona.

Angka itu menjadi yang tertinggi bila dibandingkan dengan daerah lainnya secara nasional. Dalam satu hari, sejak Rabu (4/2) hingga hari ini peningkatan jumlah kasus positif di DKI mencapai 80 orang.

"Tidak ada pilihan lain kecuali karantina wilayah karena PSBB yang sudah dilaksanakan sejak tengah Maret lalu tidak cukup," katanya.

Defny berpendapat, waktu serta biaya penanganan Covid-19 akan lebih singkat bagi pemerintah pusat dan daerah jika karantina wilayah diberlakukan. Menurutnya, penanganan pandemi juga akan lebih terkonsentrasi dan efektif dengan dampak ekonomi yang relatif lebih murah.

"Jika konsisten di situ saja, orang masih, meski belum dijamin, berkemungkinan mudik tepat waktu saat Idhul Fitri," katanya.

Defny mengatakan, kondisi tersebut membuat pemerintah daerah harus mengambil langkah antisipatif guna mencegah penularan Covid-19 lebih jauh lagi. Dia mengingatkan, agar pemerintah pusat tidak melupakan tanggung jawab berdasarkan posisi awal kewenangan yang dimilikinya.

"Tanpa inovasi dalam pelaksanaan mudik, tidak ada pilihan kebijakan lain kecuali pelarangan mudik disertai penutupan akses jalan dan moda transportasinya," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah memang tidak mengeluarkan larangan bagi masyarakat untuk mudik lebaran 2020. Namun, pemerintah mengimbau agar masyarakat, khususnya di DKI Jakarta, tidak pulang kampung.

Pemerintah saat ini masih akan merumuskan dan mengumumkannya nanti bersama kementerian/lembaga terkait dengan teknis pelaksanaan di lapangan. Pemerintah mencotohkan bahwa bisa jadi warga yang mudik harus masuk karantina 14 hari di tempat kampung halamannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement