Rabu 08 Apr 2020 05:57 WIB

Pandemic Bond, Cadangan Pembiayaan Buat Hadapi Efek Covid-19

Pandemic Bond untuk menjaga kemungkinan efek domino covid-19 yang ancam ekonomi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, surat utang yang ditujukan untuk penanganan virus corona (Covid-19) atau Pandemic Bond bersifat below the line. Artinya, instrumen ini tidak mempengaruhi besaran defisit, sebab defisit hanya dipengaruhi oleh pendapatan dan belanja negara saja.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, surat utang yang ditujukan untuk penanganan virus corona (Covid-19) atau Pandemic Bond bersifat below the line. Artinya, instrumen ini tidak mempengaruhi besaran defisit, sebab defisit hanya dipengaruhi oleh pendapatan dan belanja negara saja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, surat utang yang ditujukan untuk penanganan virus corona (Covid-19) atau Pandemic Bond bersifat below the line. Artinya, instrumen ini tidak mempengaruhi besaran defisit, sebab defisit hanya dipengaruhi oleh pendapatan dan belanja negara saja.

Secara garis besar, Sri mengatakan, Pandemic Bond merupakan sumber pembiayaan yang akan digunakan sebagai cadangan bagi negara untuk menghadapi efek domino dari Covid-19. "Dalam rangka jaga kemungkinan domino effect yang bisa mengancam ekonomi dan sistem keuangan kita," ujarnya dalam teleconference dengan jurnalis, Selasa (7/4).

Baca Juga

Karena bersifat below the line, Pandemic Bond tidak selalu dalam bentuk penerbitan lelang. Pemerintah tengah mengkaji instrumen yang memang paling cocok agar bisa efektif dalam membantu sektor keuangan, masyarakat kecil dan dunia usaha.

Ada beberapa skema yang sudah dipertimbangkan. Salah satunya dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) yang selama ini dimasukkan dalam neraca BUMN. Jika cara ini digunakan, pemerintah akan memberikan hasil PMN kepada Bank BUMN atau lembaga keuangan milik pemerintah. 

"Bentuknya masih belum ditetapkan," kata Sri.

Pandemic Bond direncanakan diterbitkan pada 2020 dengan harapan tidak terjadi wabah Covid-19 jilid dua dan ketiga. Sri menjelaskan, fasilitas yang diberikan tergantung seberapa lama proses restructuring.

Pandemic Bond nantinya bisa dipegang oleh perusahaan atau institusi yang ditunjuk oleh pemerintah. Baik itu lembaga keuangan, manajer investasi maupun lembaga keuangan lain yang memang dapat melakukan tugas mendukung restrukturisasi agar tekanan ekonomi akibat Covid-19 tidak menjadi krisis keuangan.

Cara lain, Pandemic Bond disalurkan dalam bentuk penjaminan. Artinya, sebelum mengeluarkan surat utang ke pasar, pemerintah mengkaji kondisi institusi yang melakukan tugas untuk pemerintah. Apabila mereka menderita, dapat mengklaim kepada pemerintah.

Secara prinsip, Sri menekankan, Pandemic Bond dipakai untuk membantu pelaku usaha, tertuama UMKM, yang menghadapi dampak negatif dari Covid-19. Termasuk ketika mereka menghadapi kredit macet karena penjualan yang turun.

Tapi, Sri menegaskan, pemerintah akan menggunakan instrumen secara berhati-hati karena berpotensi menimbulkan moral hazard. Oleh karena itu, pemerintah akan memilih pihak yang memiliki rekam jejak baik. "Artinya, selama ini, dalam meminjam dan membayar kembali, compliance mereka bagus dan dari sisi bayar pajak juga bagus," ucapnya.

Pemerintah juga menggunakan prinsip rule based dan risk sharing. Lembaga keuangan yang nantinya terlibat dalam Pandemic Bond tidak sekadar sebagai penumpang, atau harus berbagi tanggung jawab. Sebab, aset atau perusahaan mereka juga akan terkena risiko di saat membuat keputusan restrukturisasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement