Jumat 10 Apr 2020 08:12 WIB

Kepala WHO Berselisih dengan Taiwan

Menurut presiden, rakyat Taiwan adalah korban sebenarnya dari perlakuan tidak adil.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus
Foto: AP
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus

REPUBLIKA.CO.ID,JENEWA -- Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menuduh para pemimpin Taiwan mempelopori serangan pribadi terhadapnya. Dia mengaku telah menjadi sasaran komentar rasis dan ancaman kematian selama berbulan-bulan.

Tedros mengatakan, dia telah menerima komentar rasis selama dua hingga tiga bulan terakhir. "Mengatai hitam atau negro. Saya bangga menjadi hitam. Saya bangga menjadi negro," ujar Tedros dilansir di BBC, Kamis (9/4).

Tedros kemudian mengungkapkan bahwa dia telah menerima ancaman pembunuhan. "Saya tidak peduli," katanya menambahkan.

Kepala WHO mengatakan bahwa pelecehan itu berasal dari Taiwan, sementara kementerian luar negeri tidak melepaskan hal tersebut dari mereka. Namun, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, Taiwan menentang segala bentuk diskriminasi dan mengundang Dr Tedros untuk mengunjungi negara itu.

Taiwan mengatakan, negara ini telah ditolak akan akses ke informasi penting ketika virus corona menyebar. Namun, WHO membantahnya.

Taiwan dikeluarkan dari WHO, badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena China keberatan dengan keanggotaannya. Partai Komunis China menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan mengeklaim hak untuk mengambilnya dengan paksa jika perlu.

Presiden Tsai mengatakan, Taiwan menentang diskriminasi. "Selama bertahun-tahun, kami telah dikecualikan dari organisasi internasional dan kami tahu lebih baik daripada orang lain bagaimana rasanya didiskriminasi dan diisolasi," katanya.

"Jika Direktur Jenderal Tedros dapat menahan tekanan dari China dan datang ke Taiwan untuk melihat upaya Taiwan untuk melawan Covid-19 untuk dirinya sendiri, dia akan dapat melihat bahwa rakyat Taiwan adalah korban sebenarnya dari perlakuan tidak adil," katas Tsai.

Juru bicara kementerian luar negeri Taiwan, Joanne Ou, mengatakan, komentar itu tidak bertanggung jawab dan tuduhan yang mengada-ada. Kementerian mengatakan, mereka meminta maaf atas "fitnah" tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement