REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat menilai keputusan Kementerian Perdagangan menerbitkan perizinan impor gula kristal putih (GKP) siap konsumsi sebanyak 50 ribu ton kepada Bulog harus dibarengi dengan waktu yang jelas mengenai kedatangan GKP ke Indonesia. Ia menilai kejelasan waktu ini sangat penting bagi pasar di dalam negeri.
"Yang penting kapan datangnya agar bisa suplai kebutuhan pasar," ujar Budi saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (10/4).
Budi menyampaikan pemerintah telah membuka keran impor untuk 495 ribu ton Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) pada Oktober 2019 dan 500 ribu ton gula pada Maret 2020. Namun, Budi mengaku belum mendengar kejelasan gula tersebut tiba di Indonesia.
"(Impor) 495 ribu ton gula sejak Oktober 2019 itu dari rakortas Kemenko, kalau 495 ribu ton gula datangnya di Januari-Februari, tidak akan terjadi kekosongan gula seperti saat ini. Apalagi ditambah 550 ribu (ton gula), cukup sampai lebaran," ucap Budi.
Menurut Budi, pemerintah harus menjelaskan mengenai kendala yang menghambat proses pasokan impor ke dalam negeri. Mengenai rencana mengolah gula kristal rafinasi (GKR) milik industri menjadi GKP sebanyak 250 ribu ton, Budi menilai hal itu bisa saja dilakukan. Mungkin, kata Budi, GKR milik industri yang bisa untuk industri makanan dan minuman (mamin) tengah menurun akibat Korona.
"(GKR milik industri) bisa dipinjam dulu, nanti diganti, harus disampaikan mekanisme yang jelas," kata Budi.
Budi menilai peminjaman GKR milik industri untuk gula konsumsi merupakan langkah antisipasi pemerintah tatkala mendapat kesulitan dalam impor gula. Budi meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan impor lantaran potensi adanya kenaikan harga dari luar negeri saat ini.
"(Impor gula) harus diantisipasi, kalau di luar (negeri) tahu kondisi kita butuh biasanya pabrik di luar pasang kuda-kuda, menaikan harga," ucap Budi.