REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Konsorsium Penyelamatan Cikuray (KPC) menyebut banjir yang merendam empat kecamatan di Kabupaten Garut pada Selasa (7/4) merupakan dampak rusaknya kawasan hutan di hulu Sungai Cimanuk. Air hujan yang turun dengan intensitas tinggi tak terampung di kawasan hulu dan langsung masuk ke sungai. Akibatnya, air sungai meluap ke pemukiman warga.
Koordinator KPC Usep Ebit Mulyana mengatakan, intensitas hujan yang turun pada setiap tahunnya tidak jauh berbeda. Namun, daya dukung dan daya tampung kawasan hulu Sungai Cimanuk terus mengalami penurunan kualitas.
"Kalaupun ada hujan dengan intensitas tinggi, biasanya terjadi dalam kurun waktu tertentu seperti siklus lima atau sepuluh tahunan. Tapi saat ini hampir setiap tahun," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/4).
Ia mencontohkan, banjir di kawasan hulu Sungai Cimanuk yang terjadi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cikajang, terjadi akibat luapan sungai Cibarengkok yang bermuara ke Sungai Cimanuk. Menurut dia, luapan terjadi karena daya serap kawasan hulu sudah berkurang lantaran hutan berubah menjadi lahan tanaman produktif.
“Banjir di Desa Mekarjaya, dalam catatan kita sudah terjadi sejak tahun 2014 dan hampir terulang tiap tahun. Penyebabnya Sungai Cibarengkok meluap,” kata dia.
Ebit menuturkan, kondisi hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk, tidak lepas dari keberadaan tiga gunung di Kabupaten Garut, yaitu Gunung Mandalagiri, Cikuray dan Papandayan. Saat ini, tingkat kerusakan hutan di tiga gunung tersebut, sudah cukup tinggi.
Ia menyebutkan, di Gunung Mandalagiri yang merupakan jadi hulu Sungai Cimanuk, terjadi kerusakan yang cukup parah. Menurut dia, alih fungsi lahan sudah sampai kawasan puncak, termasuk titik mata air Cibarengkok yang mengalir ke sub DAS Cikuray dan kemudian bermuara di Sungai Cimanuk.
Dari data yang dihimpun KPC bersama beberapa organisasi lingkungan, ia mengatakan, di kawasan Gunung Mandalagiri, sedikitnya ada 150 titik mata air yang bermuara ke Sungai Cimanuk ke arah utara dan sungai-sungai lain yang bermuara di wilayah pantai selatan Garut. Karena alih fungsi lahan, mata air tersebut banyak yang sudah rusak.
Ebit menilai, selama ini pemerintah daerah tidak pernah menyentuh akar permasalahan dari bencana alam yang rutin terjadi di kawasan hulu Sungai Cimanuk. “Kawasan Gunung Mandalagiri ini, pemilik lahan terbesarnya adalah Perhutani, perkebunan dan BUMD milik pemerintah provinsi (PDAP), ini yang sering dijadikan alasan pemerintah daerah tak bertindak, karena kawasan di bawah kewenangan BUMN atau BUMD,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut mencatat sekira 300 kepala keluarga terdampak banjir yang terjadi di empat kecamatan, Kabupaten Garut, pada Selasa (7/4). Empat kecamatan itu antara lain Kecamatan Cikajang, Cisurupan, Tarogong Kidul, dan Banjarwangi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Kabupaten Garut, Tubagus Agus Sofyan mengatakan, banjir itu disebabkan intensitas hujan yang tinggi sejak Selasa siang. Akibatnya terjadi luapan air dari aliran sungai. Penyebab utamanya tak lain adalah alih fungsi lahan yang membuat air yang mengalir di sungai melampaui kapasitas.
"Di kawasan hulu memang terjadi alih fungsi lahan, yang seharusnya ditanami pohon tegakan malah menjadi lahan pertanian dan ditanami sayuran. Ini menyebabkan hilangnya daerah serapan air, sehingga air langsung masuk ke sungai-sungai," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (8/4).