Rabu 15 Apr 2020 19:36 WIB

Ahli Soroti Fenomena Gunung Es Covid-19 di Riau

Ada 80 persen orang tanpa gejala covud-19 di Riau.

Sejumlah pengendara melintas dengan kondisi jalan yang terlihat lengan di Pekanbaru, Riau, Selasa (14/4/2020). Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka mengatasi wabah virus Corona (COVDI-19) di Kota Pekanbaru direncanakan akan dimulai pada 17 April 2020 dan berlangsung selama 15 hari kedepan
Foto: Rony Muharrman/ANTARA FOTO
Sejumlah pengendara melintas dengan kondisi jalan yang terlihat lengan di Pekanbaru, Riau, Selasa (14/4/2020). Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka mengatasi wabah virus Corona (COVDI-19) di Kota Pekanbaru direncanakan akan dimulai pada 17 April 2020 dan berlangsung selama 15 hari kedepan

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Perhimpunan ahli Epidemiologi memberikan rekomendasi kepada Gubernur Riau agar memperkuat upaya penanggulangan dari bagian hulu untuk penanganan covid-19. Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Riau Wildan Asfan Hasibuan menilai tingginya angka kematian pasien dalam pengawasan (PDP) diduga covid-19 menunjukkan fenomena gunung es.

“Angka kematian dianggap tinggi itu merupakan fenomena gunung es (karena) yang terdeteksi baru orang yang sudah diperiksa dan dapat perawatan di rumah sakit. Ada 78 hingga 80 persen orang tanpa gejala (infeksi),” kata dia.

Baca Juga

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Riau, hingga Rabu (15/4) pagi angka kematian PDP naik lagi jadi 20 kasus. Namun, baru dua pasien yang terkonfirmasi positif terinfeksi dan meninggal sebelum sempat dapat perawatan selayaknya pasien positif covid-19.

Jumlah kasus positif covid-19 ada 20 orang, termasuk dua yang sudah meninggal saat masih berstatus diduga. Baru dua orang yang dinyatakan sembuh. Sementara itu, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 34.225 orang.

Menurut Wildan, ada dua faktor yang mempengaruhi kasus covid-19 menjadi fatal, yaitu apabila pasien usia lanjut kemudian apabila ada penyakit penyerta. Karenanya, penanganan di bagian hulu melalui Puskesmas hal ini harus diperkuat pada dua kelompok berisiko tersebut.

“Karena kelompok dua ini banyak yang mati tiba-tiba, angka kematian itu tinggi di sini. Gejala sedikit saja yang usia tua dan ada penyakit penyerta, begitu mereka kena langsung terjadi kedaruratan dan bisa lewat (mati),” ujarnya.

Berikut ini rekomendasi PAEI Riau:

Lakukan penelusuran (tracing) masyarakat yang datang dari luar negeri atau daerah terjangkit dan lakukan isolasi mandiri. Tracing semua kontak PDP dan konfirmasi positif berdasarkan PCR (Plymerase Chain Reaction).

Isolasi semua pasien orang tanpa gejala (OTG), dan ODP secara mandiri/ khusus, dan di Rumah Sakit untuk pasien PDP dan Konfirmasi positif covid-19. Tes cepat (rapid test) semua OTG, ODP, dan tenaga kesehatan yang kontak dengan penderita, serta lakukan tes cepat massal di Kelurahan/Desa terjangkit.

Tindakan mulai dari yang sederhana oleh Puskesmas sampai dengan rujukan ke Rumah Sakit Provinsi. Edukasi yang lebih luas tentang Covid-19 oleh Dinas Kominfo atau instansi yang ditunjuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sistem informasi (surveilans epidemiologi) perlu diperkuat dengan analisa dan interpretasi data.

Selanjutnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten/Kota yang sudah ada transmisi lokal dan berada dalam satu kesatuan epidemiologi. Supervisi untuk memperkuat manajemen dan kompetensi Pemerintah Kabupaten/Kota.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement