Selasa 21 Apr 2020 06:47 WIB

Pusat Perbelanjaan dan Pasar Mulai Dibuka di Iran

Iran mencabut larangan perjalanan antarkota dan mengakhiri pembatasan ekonomi.

Red: Nur Aini
Warga Teheran Iran melintasi jalanan kota menggunakan masker di tengah pandemi virus corona Covid-19, ilustrasi
Foto: ABEDIN TAHERKENAREH/EPA EFE
Warga Teheran Iran melintasi jalanan kota menggunakan masker di tengah pandemi virus corona Covid-19, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pusat perbelanjaan dan pasar-pasar dibuka kembali di Iran pada Senin (20/4). Hal itu dilakukan meskipun ada peringatan dari beberapa pejabat kesehatan bahwa gelombang baru infeksi virus corona dapat muncul di negara Timur Tengah yang paling parah terkena pandemi itu.

Iran telah berjuang untuk menghentikan penyebaran penyakit paru-paru yang sangat menular yang dikenal sebagai Covid-19 itu. Tetapi pihak berwenang juga khawatir bahwa langkah-langkah untuk membatasi kehidupan publik guna mengendalikan virus dapat menghabisi ekonomi yang sudah terkena sanksi.

Baca Juga

Mencari keseimbangan antara melindungi kesehatan masyarakat dan melindungi ekonomi, pemerintah telah menahan diri dari melakukan karantina besar-besaran kota-kota seperti yang diberlakukan di banyak negara lain. Tetapi pemerintah telah memperpanjang penutupan sekolah dan universitas serta melarang pertemuan budaya, agama dan olahraga.

Mulai Senin, pemerintah Presiden Hassan Rouhani mencabut larangan perjalanan antarkota dan mengakhiri penutupan kegiatan ekonomi yang dinilai hanya menimbulkan "risiko menengah" penyebaran virus corona, di seluruh negeri.

"Kegiatan ekonomi berisiko menengah seperti toko-toko di ... bazar atau yang terletak berdampingan di dalam gedung seperti pusat-pusat perbelanjaan akan diizinkan untuk dibuka kembali sambil menerapkan protokol kesehatan," kata Rouhani pada Ahad dalam sebuah pertemuan satuan tugas penanganan virus corona yang ditayangkan oleh televisi.

Dengan dicabutnya larangan itu, televisi pemerintah menunjukkan lalu lintas komuter kembali padat di ibu kota Teheran dan kota-kota lain. Kembalinya ke aktivitas perkotaan yang ramai telah menarik perhatian dan kritik dari beberapa pakar kesehatan, kepala satuan tugas virus corona Teheran, dan ketua dewan kotanya.

"Saya sangat khawatir dengan apa yang terjadi ... Ketakutan saya adalah orang tidak akan menanggapi wabah ini dengan serius," kata seorang dokter di rumah sakit Rasulollah Teheran kepada televisi pemerintah.

"Semuanya tergantung pada sejauh mana orang menghormati protokol kesehatan. Orang seharusnya tidak berpikir bahwa situasinya telah menjadi normal kembali," kata Mohammad Asayi, seorang penasihat menteri kesehatan, kepada TV pemerintah.

"Tinggal di rumah!" dia berkata.

Tidak Ada Hukuman

Aturan menyeru warga Iran untuk menjaga jarak sosial, memakai masker di depan umum dan mencuci tangan secara teratur, tetapi hanya berupa imbauan tanpa hukuman untuk pelanggaran. Pengawas kesehatan akan mengunjungi toko-toko yang dibuka kembali secara acak untuk membantu memastikan kepatuhan kepada langkah-langkah itu, kata pejabat pemerintah kepada media pemerintah.

Rouhani mengatakan bisnis "berisiko tinggi", termasuk bioskop, pusat olah raga, sauna dan salon kecantikan, akan tetap ditutup "sampai pemberitahuan lebih lanjut". Masjid dan tempat suci, akan tetap tutup setidaknya sampai 4 Mei, sekitar 10 hari setelah memasuki bulan suci Ramadhan.

Tetapi Alireza Zali, kepala gugus tugas penanganan virus corona yang dikelola pemerintah di Teheran, memperingatkan bahwa pembukaan kembali kegiatan ekonomi berisiko penularan yang lebih luas dari virus.

"Poin paling penting adalah bahwa lebih banyak bepergian, terutama menggunakan transportasi umum, menambah kemungkinan penyebaran virus," kata Zali kepada TV pemerintah.

Nasrin Hosseinzadeh, seorang pensiunan guru Teheran, mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa kota pada Senin telah kembali sibuk "seperti hari-hari sebelum wabah virus corona. Tidak ada yang peduli lagi".

Mohsem Hashemi, kepala Dewan Kota Teheran, juga memperingatkan tentang kemunculan kembali penyakit tersebut "jika pembatasan itu dilonggarkan terlalu dini".

Kementerian kesehatan mengatakan pada Senin bahwa angka kematian akibat Covid-19 di Republik Islam itu telah mencapai 5.209 di antara total 83.505 orang yang terinfeksi. Namun, penghitungan harian kematian baru telah menurun selama beberapa hari terakhir.

Namun, sebuah laporan parlemen pekan lalu, menyatakan jumlah kematian mungkin hampir dua kali lipat dari jumlah yang diumumkan dan jumlah infeksi delapan hingga 10 kali lebih banyak. Hal itu mengingat kurangnya pelacakan luas dan pengujian kasus-kasus yang dicurigai.

Banyak kantor pemerintah telah dibuka kembali pada 11 April dengan sepertiga dari staf mereka bekerja dari rumah. Pemerintah Iran menyalahkan sanksi Amerika Serikat atas kesulitan dalam mengatasi wabah virus corona, dan mendesak negara-negara lain dan PBB untuk menekan Washington agar mencabut sanksi itu. Pejabat AS telah menolak hal itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement