REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang
Minimarket kini menjadi target utama pelaku kejahatan di Ibu Kota dan sekitarnya. Minimarket yang masih tetap dikunjungi pembeli namun biasanya minim pengamanan itu membuat pelaku kejahatan leluasa beraksi dan meraih keuntungan.
Untuk mengantisipasi kejahatan, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengimbau pengelola minimarket di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkatkan keamanan di masing-masing toko untuk mencegah terjadinya pencurian. Yusri meminta pengelola memasang kamera CCTV dan menempatkan petugas keamanan untuk menjaga keamanan minimarket.
"Kita panggil para pengusaha (minimarket) untuk memaksimalkan pemasangan CCTV dan siapkan satpam," kata Yusri saat dikonfirmasi, Selasa (21/4).
Yusri menuturkan, hal itu perlu dilakukan lantaran adanya pergeseran modus operasi tindak pidana perampokan maupun pencurian di tengah pandemi Covid-19. Saat ini, kata Yusri, para perampok mengincar minimarket sebagai target operasi.
Yusri menilai, hal itu terjadi disebabkan warga lebih banyak berkegiatan di rumah karena adanya aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga para pelaku kejahatan sulit untuk membobol rumah warga.
"Memang situasi seperti ini, ada pergeseran. Sekarang sudah jarang membongkar rumah karena masyarakat sudah di rumah saja," ungkap Yusri.
Seluruh jajaran Polsek dan Polres di wilayah hukum Polda Metro Jaya diminta untuk melakukan pemetaan daerah yang dianggap rawan kejahatan. Dari hasil pemetaan itu, nantinya polisi akan melakukan patroli rutin yang ditingkatkan untuk mengantisipasi terjadinya perampokan minimarket selama wabah virus corona.
Selain itu, Yusri menegaskan, pihak kepolisian tidak akan segan menindak tegas para pelaku yang berani melawan polisi atau melukai warga saat melakukan aksi perampokan. "Kita tak segan melakukan tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku kejahatan," ujarnya.
Salah satu contoh tindak kriminalitas yang baru saja terjadi adalah pencurian dua minimarket di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat pada Kamis (16/4) lalu. Polisi telah menangkap para pelaku pencurian itu.
Salah satu pelaku yang beraksi di Jakarta Timur meninggal dunia setelah ditembak polisi. Sebab, pelaku berupaya melawan petugas saat akan ditangkap dengan menggunakan parang.
Sementara itu, salah satu minimarket di Jalan Panjang Raya, Jakarta Barat, telah melakukan imbauan polisi sejak jauh-jauh hari. Minimarket yang juga menyediakan layanan drive thru bagi pengendara kendaraan bermotor ini telah memasang kamera CCTV dan menempatkan seorang petugas keamanan di tokonya.
Petugas minimarket bernama Tjan Maulana mengatakan, hal itu dilakukan pihak pengelola lantaran toko yang beroperasi selama 24 jam setiap harinya. "Di semua sudut toko dan sekitarnya sudah dipasangi CCTV sejak lama, terus ada satpam juga yang berjaga di pos depan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diduga," ujar Tjan saat ditemui di minimarket tersebut.
Kamera CCTV itu terlihat terpasang di pintu masuk, area parkiran, dan seluruh sudut ruangan di dalam toko.
Dia mengungkapkan, meskipun polisi menyatakan ada pergeseran tindak kejahatan yang menyasar minimarket, belum ada perintah dari atasannya untuk mengurangi jam operasional toko. Tjan menyebut, sampai saat ini toko masih beroperasi seperti biasa.
"Sampai sekarang semua masih berjalan seperti biasa, tidak ada instruksi tambahan. Paling dari masing-masing pribadi saja yang lebih waspada," tutur dia.
Tjan mengaku cukup was-was mendengar kondisi tersebut. Namun, dia menegaskan, dirinya bersama rekan-rekannya akan terus bekerja secara profesional dan berhati-hati.
"Kalau ditanya takut atau enggak, ya sebenarnya agak takut. Tapi namanya tuntutan kerjaan mau bagaimana lagi," imbuh laki-laki berusia 34 tahun itu.
Pengamat Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengatakan maraknya aksi perampokan di minimarket terjadi karena pelaku terdesak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pandemi corona pasalnya telah menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaannya.
"Mereka menyasar kebutuhan makanan dan uang tunai yang tersedia di minimarket tersebut pada situasi pendemi virus corona karena ada desakan kebutuhan yang akhirnya dipenuhi dengan cara yang tidak benar dengan melakukan pencurian atau perampokan," kata Suparji.
Selain itu, sambung Suparji ada faktor lain yang memengaruhi hal itu terjadi, yakni aksi para narapidana yang telah bebas melalui asimilasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran wabah virus corona. Menurut dia, para narapidana itu kembali melakukan kejahatan lantaran karakter masing-masing pribadi dan masa tahanan yang dijalani tidak mampu memberikan efek jera.
"Mungkin karena yang bersangkutan punya karakter yang belum bisa diubah. Situasi serba susah, termasuk masalah ekonomi akibat corona yang menyebabkan napi tersebut mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan hidupnya," papar dia.
Suparji menjelaskan, langkah pemerintah untuk memberikan asimilasi kepada sejumlah narapidana tidaklah salah. Namun, dia mengatakan, pihak yang berwenang tidak cermat dalam memetakan siapa saja narapidana yang berhak menerima asimilasi tersebut.
"Pemberian asimilasi tidak sepenuhnya salah, tapi tidak cermat memetakan siapa yang diberikan asimilasi," ujarnya.
Suparji menilai, seharusnya yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan asimilasi itu adalah seorang narapidana sudah memiliki perilaku yang lebih baik dan tidak akan mengulangi kejahatannya lagi. Oleh karena itu, kata dia, para petugas lapas perlu kecermatan untuk menilai apakah seorang narapidana dapat memperoleh asimilasi atau tidak.
"Perlu kecermatan petugas lembaga permasyarakatan dalam mengamati dan menilai warga binaan, agar tidak terkecoh perilaku mereka (selama di tahanan)," imbuh Suparji.
Di sisi lain, Suparji mendukung langkah kepolisian untuk mengambil tindakan tegas bagi para pelaku kejahatan, yakni dengan cara menembak. Namun, jelas dia, langkah itu harus dilakukan sesuai prosedur dan hanya jika pelaku melakukan perlawanan terhadap petugas.
Suparji menegaskan, tindakan menembak pelaku kejahatan itu hanya untuk melumpuhkan, bukan untuk menghilangkan nyawa seseorang. "Tembak di tempat harus sesuai prosedur. Misalnya, jika ada bukti kejahatan kemudian pelaku melakukan perlawanan, dan (tembakan itu) hanya untuk melumpuhkan, bukan mematikan (pelaku)," jelasnya.