Sabtu 25 Apr 2020 00:46 WIB

Ekonomi Tertekan, Inggris Tetap Pertahankan Lockdown

Inggris mengantisipasi gelombang kedua wabah Covid-19.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sejumlah orang bersepeda melewati toko-toko yang tutup di Regent Street di London, Inggris, Selasa (14/4). Menurut laporan dari Kantor Tanggung Jawab Anggaran Inggris, Ekonomi Inggris turun 35 persen. Negara-negara di seluruh dunia mengambil langkah-langkah ketat untuk membendung penyebaran Covid-19.
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Sejumlah orang bersepeda melewati toko-toko yang tutup di Regent Street di London, Inggris, Selasa (14/4). Menurut laporan dari Kantor Tanggung Jawab Anggaran Inggris, Ekonomi Inggris turun 35 persen. Negara-negara di seluruh dunia mengambil langkah-langkah ketat untuk membendung penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris mulai mengalami tekanan ekonomi akibat menerapkan karantina wilayah atau lockdown selama sebulan terakhir. Namun, peraturan tersebut tidak akan dicabut hingga risiko yang ditimbulkan wabah Covid-19 dapat dikendalian.

"Saya tidak akan mengizinkan perubahan yang tidak aman. Kita harus menjaga keamanan publik. Saya memahami tekanan ekonomi, itulah latar belakang saya dan saya sangat peduli akan hal itu," kata Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock kepada BBC Radio pada Jumat (24/4).

Baca Juga

Hancock mengaku memahami suara-suara yang menyerukan agar pemerintah bergerak lebih cepat. "Tapi itu bukan sesuatu yang akan kita lakukan. Kita akan bergerak ketika aman untuk melakukannya," ujarnya. 

Awal pekan ini, juru bicara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan fokus pemerintahan saat ini adalah mengantisipasi terjadinya gelombang kedua wabah Covid-19. Sebab jika hal itu terjadi, perekonomian akan kian terpukul. 

“Kekhawatiran besar adalah puncak kedua (wabah Covid-19). Itulah yang pada akhirnya akan melakukan kerusakan kesehatan dan kerusakan ekonomi,” katanya. 

Menurutnya, jika tindakan pelonggaran atau pencabutan lockdown dilakukan terlalu cepat, Covid-19 akan kembali menyebar secara eksponensial. “Apa yang perlu kita yakini adalah bahwa jika kita bergerak untuk mengangkat beberapa langkah pembatasan sosial, hal itu tidak akan menyebabkan virus mulai menyebar lagi secara eksponensial,” ujarnya.

Saat ini, Inggris tercatat memiliki 138 ribu kasus Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 18.738 jiwa. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement