REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jawa Barat mencatat telah menyalurkan 23.700 paket bantuan sosial provinsi pada rumah tangga sasaran. Namun, dari jumlah tersebut sekitar tujuh persen atau 1.659 paket bantuan dikembalikan atau diretur pada pemerintah provinsi.
Menurut Juru bicara sekaligus Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad, bantuan yang dikembalikan di antaranya ditolak masyarakat, ketidaksesuaian NIK dan ada hal lain yang menyebabkan bantuan tersebut dikembalikan. Untuk barang-barang yang memiliki masa tidak tahan lama, pihaknya telah menyalurkan pada panti sosial swasta.
"Dan perlu juga diketahui, retur itu ada bahan yang tidak tahan lama. Misalkan telur. Atas kesepakatan kita, diserahkan ke panti sosial. Khususnya yang swasta," ujar Daud dalam jumpa pers via siaran langsung akun resmi Humas Jabar pada saluran YouTube dari Gedung Sate, Rabu (29/4).
Daud tidak memungkiri penolakan terhadap bantuan provinsi telah terjadi di masyarakat. Namun, ia enggan, menanggapi adanya video viral terkait dengan kepala desa yang menolak bantuan.
"Saya menenggarai bahwa hal itu datang karena kurangnya informasi yang didapatkan dari kepala desa, dan bantuan turun tidak berbarengan yang menimbulkan masalah di bawah. Kami tetap berusaha melakukan distribusi," paparnya.
Tak hanya kades, kata dia, Pemprov Jabar juga menerima pengaduan di Pikobar terkait Bansos ini. Dari 42 ribu aduan yang masuk, 58,8 persen mengenai Bansos.
"Dari 58,8 persen tersebut, 70 persennya aduan mengenai Bansos provinsi. Sisanya bansos pusat, bupati wali kota dan aduan lainnya," katanya.
Saat ini, kata dia, pihaknya terus mematangkan pendataan rumah tangga sasaran dan penyaluran tetap berjalan bekerja sama dengan Bulog dan PT POS.