REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyesalkan terjadinya kembali kasus daging babi oplosan. Pengawasan pemerintah pun dipertanyakan.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan kasus penjualan daging babi sebagai daging sapi bukanlah kali ini saja terjadi. Ini adalah modus penipuan yang sudah kerap ditemukan, apalagi tiap menjelang hari raya Idul Fitri di mana permintaan daging selalu melonjak.
"Ini kejadian berulang setiap jelang Lebaran apalagi sekarang zaman susah," kata Tulus kepada Republika, Rabu (13/5).
Ia menilai berulangnya kasus ini tak lepas dari lemahnya pengawasan pemerintah yakni pengawasan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Polri. Untuk itu, ia berharap pemerintah mulai meningkatkan pengawasannya. "Pengawasan dan antisipasi (harus ditingkatkan)," ucap Tulus.
Terkait kasus penjualan daging babi oplosan yang baru-baru ini terjadi di wilayah Bandung, ia meminta para pelakunya dihukum penjara. Tak hanya pelaku lapangan, tapi juga otak di balik aksi curang ini.
"Harus diusut juga, apakah ini kepentingan ekonomi saja atau ada politik? Misalnya unsur provokasi?" kata Tulus menyampaikan dugaan-dugaannya. Saat ditanya lebih lanjut terkait hal ini, ia enggan memberikan penjelasan.
Kasus terbaru pemalsuan daging terjadi di wilayah Bandung, Jawa Barat. Polresta Bandung mengamankan empat orang pelaku perdagangan daging babi yang dipasarkan ke masyarakat seolah-olah daging sapi.
Selama hampir setahun terakhir, para pedagang curang tersebut mengedarkan sekitar 63 ton daging palsu itu. Masyarakat tertipu lantaran daging babi yang dijual menyerupai daging sapi. Para pelaku menggunakan boraks agar daging babi yang pucat jadi tampak berwarna merah seperti daging sapi.