Rabu 13 May 2020 19:35 WIB

Pil Pahit dari Kenaikan Kembali Tarif BPJS

Kenaikan kembali tarif BPJS bentuk tidak sensitifnya pemerintah.

Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 seperti digariskan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dengan rincian peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 seperti digariskan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dengan rincian peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Adinda Pryanka, Ronggo Astungkoro, Antara

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menganggap kenaikan iuran  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut ibarat pil pahit bagi masyarakat  menjelang Lebaran. "Pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini," kata Netty.

Baca Juga

Menurutnya langkah pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan bukti pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat saat ini yang terdampak Covid-19. Bahkan menurut beberapa pakar kondisi ekonomi saat ini akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan.

"Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan," ujarnya.

Politikus PKS tersebut berpandangan saat ini rakyat gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat, seperti kenaikan tarif dasar listrik (TDL), harga bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung turun, hingga daya beli masyarakat yang semakin menurun. Dia memprediksi kebijakan kenaikan tersebut semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara.

"Pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ungkapnya.

Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, tidak tepat pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan saat pandemi Covid-19. Pada 2019, Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

“Ini masalah yang sensitif, di tengah wabah, pemerintah menaikkan (iuran). Walaupun pemerintah punya argumentasi yang kuat pun, itu pasti akan ditanggapi miring,” katanya.

Direktur Riset Core itu menyadari jika penyesuaian iuran tersebut sebagai bagian dari penyehatan keuangan BPJS Kesehatan termasuk memperbaiki jaring pengaman kesehatan. Namun, lanjut dia, seharusnya pemerintah dapat mempertimbangkan kenaikan iuran itu ketika melakukan reformasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang rencananya dilakukan pada 2021.

Pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 ingin mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial termasuk di dalamnya bidang kesehatan. “Kenapa tidak sekalian saja tahun 2021? Jadi penyempurnaan jaring pengaman kesehatan ini bisa dilakukan tuntas, tidak dilakukan parsial seperti ini yang justru menimbulkan perspektif negatif,” katanya.

Pemerintah menetapkan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS secara bertahap pada Juli 2020 dan kemudian Januari 2021, namun peningkatan tarif peserta mandiri dengan manfaat perawatan kelas III disubsidi oleh pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang dikutip di Jakarta, Rabu (13/5), pemerintah menetapkan iuran peserta mandiri Kelas III sebesar Rp 42.000 mulai Juli 2020. Namun, peserta cukup membayarkan iuran sebesar Rp 25.500, karena sisanya sebesar Rp 16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat, sesuai ketentuan di pasal 34 ayat 1 Perpres.

“Sebesar Rp 16.500 per orang per bulan dibayar oleh pemerintah pusat sebagai bantuan iuran kepada peserta PBPU dan peserta BP,” tulis Perpres tersebut.

Peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) merupakan peserta mandiri yang dibagi dalam tiga kelas perolehan manfaat perawatan. Namun, dalam Perpres tersebut, seperti tercantum di pasal 34 ayat 1 (b), diatur bahwa pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah pusat menjadi Rp 7.000 dari subsidi per Juli 2020 yang sebesar Rp 16.500. Maka itu, mulai 2021, peserta mandiri kelas III membayar iuran sebesar Rp 35.000

Pemerintah juga mengatur hal baru di Perpres ini yakni di Pasal 29 ayat 4, bahwa Pemerintah Daerah berkontribusi dalam membayar luran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai kapasitas fiskal daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai kontribusi pembayaran iuran bagi peserta yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Sedangkan untuk peserta mandiri kelas perolehan manfaat lainnya akan mulai naik bertahap pada 1 Juli 2020.

Pasal 34 ayat 3 dalam Perpres tersebut menyebutkan iuran peserta dengan manfaat perawatan kelas I menjadi Rp 150.000. Iuran ini naik dari sebelumnya sebesar Rp 80.000

Kemudian, Pasal 34 ayat 2 dalam Perpres tersebut menyebutkan iuran peserta dengan manfaat perawatan kelas II menjadi Rp 100.000. Iuran sebelumnya untuk peserta dengan manfaat perawatan kelas II adalah Rp 51.000

Pasal 34 ayat 6 Perpres tersebut menjelaskan, ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan, penyesuaian tarif BPJS kesehatan yang baru dilakukan tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini. Termasuk di tengah pembatasan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Askolani mengatakan, pemerintah tetap akan memberikan subsidi terhadap kelompok masyarakat yang dianggap paling membutuhkan, yakni kelas tiga peserta mandiri. "Untuk kelas III yang jumlahnya paling besar, masih diberikan subsidi tarifnya oleh pemerintah tahun ini," ujarnya.

Askolani menambahkan, pemerintah juga sudah memberikan beberapa bentuk bantuan sosial (bansos) maupun stimulus kepada UMKM untuk menahan laju perlambatan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Bantuan ini diharapkan mampu menjadi ‘bantalan’ pada kuartal ketiga dan keempat.

"Dengan langkah-langkah penanganan kesehatan dan social safety net, serta dukungan pada dunia usaha dan UMKM, dapat memacu ekonomi kembali meningkat di triwulan tiga dan empat," kata Askolani.

Sebagai informasi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama 2020 mengalami perlambatan signifikan menjadi 2,84 persen. Sebelumnya, pada periode yang sama tahun lalu, pertumbuhannya dapat mencapai 5,07 persen.

Mahkamah Agung (MA) tidak akan mencampuri penerbitan Perpres baru yang kembali menaikan iuran BPJS oleh pemerintah. MA baru akan turun tangan jika ada pihak yang keberatan dan mengajukan uji materi terhadap perpres tersebut.

"MA tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro.

Andi menyampaikan, MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materi terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah undang-undang (UU). Pengujian itu pun dilakukan jika ada pihak yang berkeberatan dan bertindak sebagai pemohon yang mengajukan permohonan uji materi ke MA.

"MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materil terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah UU," kata Andi.

Dia juga mengatakan, jika benar Presiden Joko Widodo telah menerbitkan perpres baru yang menaikkan lagi iuran BPJS, tentu hal itu sudah dipertimbangkan dengan saksama. Atas dasar itu pula mengapa MA tidak akan mencampuri keputusan pemerintah tersebut.

photo
Iuran BPJS batal naik - (republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement