REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019. Menurutnya, pemerintah mengikuti putusan tersebut dengan mengubah struktur tarif kenaikan iuran BPJS dengan jumlah yang berbeda.
"Di bagian mana saya bilang pemerintah takkan menaikkan iuran BPJS? Yang saya bilang pemerintah mengikuti putusan MA karena sudah final dan mengikat. Pemerintah sudah ikut vonis MA dengan mengubah keputusan dan struktur tarif kenaikan baru," tulis Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis (14/5).
Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu. Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021.
Ketentuan itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dikutip dari dokumen perpres yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara, pasal 34 beleid tersebut menyebutkan perincian iuran yang akan berlaku.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta.
Sementara itu, iuran kelas III baru naik pada 2021 mendatang. Untuk 2020, iuran kelas III ditetapkan Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Baru pada 2021, tarifnya naik menjadi Rp 35 ribu per orang per bulan.
Beleid itu juga mengatur besaran iuran BPJS Kesehatan untuk periode Januari, Februari, dan Maret 2020. Perincian tarifnya, kelas I Rp 160 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 110 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 42 ribu per orang per bulan.
Sementara itu, iuran untuk April, Mei, dan Juni 2020 perinciannya kelas I Rp 80 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 51 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 25.500 per orang per bulan.
Pasal 34 ayat 9 perpres tersebut menyatakan bahwa dalam hal iuran yang telah dibayarkan oleh peserta PBPU dan peserta BP melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dan ayat 8, BPJS Kesehatan memperhitungkan kelebihan pembayaran iuran dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
Tarif iuran periode April-Juni 2020 mengikuti keputusan MA yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres tersebut merancang kenaikan iuran BPJS Kesehatan seperti yang terjadi pada tarif periode Januari-Maret 2020.
Dengan adanya putusan MA, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dirancang sebelumnya oleh pemerintah pun batal. Kendati begitu, melalui Perpres 64 Tahun 2020 yang teranyar ini, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Atas hal tersebut, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berencana untuk mengajukan permohonan uji materi terkait peraturan tersebut ke MA, seperti yang sebelumnya telah dilakukan terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Mereka pun melihat sikap pemerintah yang kembali menaikkan iuran BPJS lewat Perpres Nomor 64 Tahun 2020 sebagai upaya mengakali keputusan MA.
"Walau ada perubahan jumlah angka kenaikan, tapi dirasa masih memberatkan masyarakat, apalagi masih dalam situasi krisis wabah virus corona. KPCDI melihat hal itu sebagai bentuk pemerintah mengakali keputusan MA tersebut," ujar Sekretaris Jenderal KPCDI, Petrus Hariyanto, saat dikonfirmasi, Rabu (13/5).
Petrus menyampaikan, KPCDI menyatakan semestinya iuran BPJS tidak naik, terutama bagi kategori kelas III. Untuk itu, KPCDI berencana untuk kembali mengajukan uji materi ke MA atas Perpres tersebut. Saat ini, langkah tersebut tengah didiskusikan dengan tim pengacara mereka.
"KPCDI berencana mengajukan uji materi ke MA kembali atas Perpres tersebut. Saat ini sedang berdiskusi dengan tim pengacara dan menyusun uji materi tersebut," terangnya.
Di samping itu, MA telah meyatakan tidak akan mencampuri penerbitan Perpres yang kembali menaikan iuran BPJS oleh pemerintah. MA baru akan turun tangan jika ada pihak yang keberatan dan mengajukan uji materil terhadap Perpres tersebut.
"MA tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi, sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Republika melalui pesan singkat, Rabu (13/5).
Andi menyampaikan, MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materil terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah undang-undang (UU). Pengujian itu pun dilakukan jika ada pihak yang berkeberatan dan bertindak sebagai pemohon yang mengajukan permohonan uji materil ke MA.
"MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materil terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah UU," terang Andi.