Jumat 22 May 2020 05:39 WIB

UU Minerba Disahkan, Pimpinan DPD Diminta Kirim Nota Protes

Ada dua persoalan fundamental dalam proses pengesahan UU tersebut.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Alirman Sori
Foto: Istimewa
Alirman Sori

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hasan Basri, meminta pimpinan DPD RI untuk mengirim nota protes kepada pemerintah dan DPR RI terkait proses pengesahan RUU Minerba menjadi Undang-undang yang dilakukan di sidang paripurna DPR RI pekan lalu. Itu dilakukan setelah pertemuan antara pimpinan Komite II dengan sejumlah pimpinan alat kelengkapan DPD RI.

“Kami melihat ada dua persoalan fundamental dalam proses pengesahan UU tersebut," kata Hasan dalam keterangannya, Kamis (21/5).

Pertama secara formil, ada tahapan yang salah yang dilakukan DPR RI berkaitan dengan peran dan fungsi DPD sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU MD3. Kedua, secara materiil, pihaknya sudah memberikan pikiran dan masukan yang oleh DPR sama sekali tidak diakomodasi dalam substansi UU tersebut.

Oleh karena itu, kata Hasan, pihaknya akan segera bersurat kepada pimpinan agar menerbitkan nota keberatan dan protes resmi dari DPD RI. Bahkan, bila perlu materi dan pandangan serta masukan dari DPD RI terhadap substansi UU tersebut, yang tidak diakomodasi oleh DPR RI akan diberikan kepada para pihak yang mengajukan gugatan atas  UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Senada dengan Hasan, senator Sumatera Barat, Alirman Sori juga menyoroti proses pengesahan Perppu No.1 tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU No.2 tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. “Itu prosesnya hampir sama. Maka tidak salah, akan banyak yang menggugat ke Mahmakah Konstitusi,” ujar Alirman. 

Ia berharap, apa yang dilakukan Komite II dengan meminta pimpinan melayangkan nota keberatan atau surat protes tersebut bisa menjadi pelajaran penting bagi semua lembaga negara, khususnya DPR dan Presiden, agar memperhatikan dan melaksanakan amanat konstitusi dan undang-undang dalam proses bernegara, terutama berkaitan dengan proses legislasi.

“DPD ini wakil daerah dan Undang-Undang Minerba itu berdampak langsung kepada masyarakat di daerah. Masukan dan suara kami wajib untuk diperhatikan dan diakomodasi. Karena itu saya bisa memahami apa yang teman-teman Komite II lakukan. Dan ke depan hal seperti ini tidak boleh lagi terjadi,” tandasnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement