REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono menyatakan perang melawan wabah penyakit global (pandemi) diibaratkan sedang melawan "musuh" tak terlihat. Perang ini telah mengubah sendi-sendi kehidupan serta cara manusia berinteraksi.
Saat berdiskusi dengan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) melalui konferensi video membahas "Ketahanan Nasional dan Pandemi Covid-19" pada Jumat (22/5), Wamenhan menyebut pandemi saat ini adalah ujian bagi ketahanan nirmiliter sebuah negara, terutama di sektor kesehatan dan pangan. "Pandemi Covid-19 yang tengah dihadapi sekarang menyadarkan kita semua bahwa isu di bidang pertahanan itu tak hanya masalah alutsista, tetapi ketahanan nirmiliter seperti kesehatan dan pangan adalah hal yang strategis," kata Wahyu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (23/5).
Wahyu masih teringat setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 25 Oktober 2019, ketika ditanya wartawan soal pertahanan, dia menyatakan perang pada masa depan itu salah satunya melawan penyebaran virus dan penyakit.
Oleh karena itu, saat ini Kementerian Pertahanan tengah merancang beberapa langkah strategis menghadapi "musuh tak terlihat" ini, dengan titik berat membangun ketahanan pangan dan kesehatan agar bangsa Indonesia siap menghadapi peristiwa serupa jika kembali terulang.
Wahyu mengungkapkan, di bidang kesehatan, pihaknya tengah melakukan transformasi di Universitas Pertahanan (Unhan) dengan mendirikan Fakultas Kedokteran Militer, Fakultas Farmasi Militer, dan Fakultas Teknik Militer.
"Kami ingin mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul di bidang kesehatan, terus ada laboratorium farmasi dan virologi. Semua ini agar ketahanan kesehatan menjadi mandiri di masa depan," katanya.
Selanjutnya, di bidang pangan tengah dicari lahan untuk menyediakan cadangan pangan guna kepentingan pertahanan nasional. "Kami sedang melihat beberapa lokasi yang akan kita gunakan supaya bisa mendukung ketahanan pangan. Untuk merealisasikan ide cadangan pangan ini dibutuhkan konsistensi kebijakan karena butuh waktu lama untuk merealisasikannya," katanya.