REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan benua Amerika sebagai pusat baru pandemi Covid-19. Amerika Selatan menjadi kawasan yang paling disorot menyusul terus meningkatnya angka infeksi dan kematian.
“Tidak diragukan lagi wilayah kami telah menjadi pusat pandemi Covid-19,” kata direktur regional WHO untuk kawasan Amerika Dr Clarissa Etienne dalam sebuah konferensi virtual pada Selasa (26/5), dikutip laman the Telegraph.
Etienne menyebut benua Amerika telah mencatatkan lebih dari 2,4 juta kasus Covid-19. Angka kematian sudah melampaui 143 ribu jiwa. Amerika Serikat (AS) menjadi negara dengan kasus dan jumlah kematian tertinggi.
Hingga Rabu (27/5), AS dilaporkan memiliki lebih dari 1,7 juta kasus Covid-19. Sementara korban meninggal sudah melampaui 100 ribu jiwa. Angka itu menempatkan Negeri Paman Sam sebagai negara yang paling parah terdampak pandemi di dunia.
Menurut Etienne, meskipun saat ini AS menjadi negara paling terpukul pandemi, tapi angka infeksi harian di sana tak sebanyak yang dilaporkan Amerika Latin. Kawasan Eropa pun dilampaui dalam hal jumlah infeksi harian.
Brasil menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Amerika Latin. Brasil memiliki lebih dari 392 ribu kasus dengan kematian sedikitnya 25.549 jiwa. Di tingkat global, Brasil menempati urutan kedua sebagai negara dengan kasus virus corona tertinggi di dunia.
University of Washington dalam penelitiannya memprediksi bahwa angka kematian akibat Covid-19 di Brasil bisa naik lima kali lipat menjadi 125 ribu pada awal Agustus. Peningkatan kasus infeksi dan kematian di Brasil memang menjadi sorotan karena Presiden Jair Bolsonaro menentang seruan penerapan lockdown.
Peru menempati posisi kedua sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di kawasan Amerika Latin. Saat berita ini ditulis, negara tersebut memiliki 129.751 kasus Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 3.788 jiwa.
Saat diwawancara CNN en Espanol, Dr. Alfredo Celis dari Medical College of Peru mengatakan pandemi di Peru telah melampaui kapasitas respons sektor kesehatan. “Situasi ini bukan hanya darurat kesehatan, tapi juga bencana kesehatan,” ujarnya, dikutip laman Vox.
Pada Senin (25/5) lalu, Pemerintah Peru memperpanjang keadaan darurat dan lockdown nasional hingga akhir Juni mendatang. Itu merupakan kelima kalinya Peru memperpanjang penerapan karantina wilayah cakupan nasional.
"Kami menyatakan keadaan darurat nasional mulai Senin, 25 Mei, hingga Selasa, 30 Juni, dan memerintahkan isolasi sosial wajib," kata Presiden Martin Vizcarra pada Ahad (24/5) seperti dikutip oleh kantor berita resmi Andina, dilaporkan laman Aljazirah.
Menjelang 30 Juni, warga Peru akan hidup di bawah lockdown selama lebih dari tiga setengah bulan. Itu menandai salah satu periode isolasi wajib terpanjang di dunia. Rentang waktu itu melampaui China, Italia, dan Spanyol yang menjadi beberapa negara paling terpukul pandemi Covid-19.
Chile menempati urutan ketiga sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Amerika Latin. Jumlah kasusnya telah melebihi 77 ribu dengan korban meninggal mencapai 806 jiwa.
Chile juga mengalami kekurangan pangan akut karena kurangnya sumber daya untuk membayar mereka selama krisis. Hal itu tak pelak memicu demonstrasi anti-lockdown pekan lalu.
Posisi berikutnya ditempati Ekuador dengan jumlah kasus Covid-19 sebanyak 37.355. Sementara korban meninggal tercatat 3.203 jiwa. Urutan kelima diisi Kolombia dengan 23.003 kasus Covid-19 dan 776 kematian.
Selain kelima negara tadi, masih ada Argentina yang telah mencatat lebih dari 13 ribu kasus Covid-19 dan Bolivia dengan 7.136 kasus. Dengan kondisi demikian, Etienne memperingatkan bahwa sekarang bukan saatnya melonggarkan pembatasan atau mengurangi strategi pencegahan.
“Sekarang adalah saatnya untuk tetap kuat, tetap waspada, dan secara agresif menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang terbukti,” ujar Etienne.
Saat ini kasus Covid-19 di seluruh dunia sudah melampaui 5,5 juta. Pandemi telah menyebabkan 350 ribu orang meninggal.