REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perdana dugaan suap dan pencucian uang (TPPU) pada PT Asuransi Jiwasraya digelar, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Rabu (3/6). Pembacaan dakwaan akan digelar langsung dan terbuka untuk umum.
Kepala PN Tipikor Jakarta, Hakim Yanto mengatakan, persidangan perdana perkara tersebut harus digelar terbuka agar dapat dipantau khalayak. “Sudah diputuskan untuk sidang perkara Jiwasraya itu langsung (tidak daring),” kata Yanto saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Selasa (2/6).
Dia menjelaskan, keputusan untuk menggelar sidang perdana kasus Jiwasraya dengan cara langsung, sebetulnya kesepakatan antara otoritas pengadilan, tim penuntutan, dan para pihak terdakwa, Selasa (2/6).
Kata Yanto, mengingat gelaran sidang masih di masa pandemi yang mengharuskan physical distancing, akan ada persoalan prosedur kesehatan. “Jadi nanti, sebelum sidang dimulai, akan ada pengarahan tentang protokol kesehatan,” kata Yanto. Sejak pekan lalu, otoritas peradilan sudah menyiapkan para pengadil dalam perkara tersebut.
Kata dia, khusus perkara Jiwasraya, akan ada dua Majelis Hakim berbeda yang masing-masing beranggotakan lima pengadil. “Karena ini terdakwanya, kan ada banyak (enam terdakwa),” terang dia.
Masing-masing majelis akan diketuai Hakim Saifuddin Zuhri, dan Hakim Rusmina. Kedua pengadil tersebut, saling merangkap anggota pada Majelis Hakim terpisah.
Selain dua pengadil tersebut, komposisi para ‘Wakil Tuhan’ itu, juga menghadirkan satu pengadil lainnya, yakni Hakim Susanti. Para pengadil itu, didampingi empat Hakim Adhoc yang selama ini kerap menjadi pemutus perkara-perkara korupsi, pun TPPU. Yakni Hakim Anwar, Hakim Hugo, dan Hakim Sigit, serta Hakim Titi Samsuri.
Sidang perdana, Rabu (3/6), pembacaan dakwaan dibacakan bergiliran. “Kalau dakwaan itu, ya harus satu-satu (dibacakan),” ucap Yanto.
Para terdakwa yang diajukan sementara ini, ada enam. Mereka antara lain para tersangka ajuan Kejaksaan Agung (Kejakgung), yakni Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Tiga tersangka lainnya, yakni Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.
Mengacu berkas perkara, keenam tersangka itu nantinya akan didakwa dengan tuduhan berlapis. Dakwaan utama keenamnya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Dan dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Khusus dua tersangka, yakni Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, Jaksa Penuntut menebalkan dakwaan kedua dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU 8/2010.
Dugaan korupsi dan TPPU di Jiwasraya, skandal kejahatan keuangan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia selama ini. Kasus ini berawal dari kegagalan BUMN asuransi tersebut membayar klaim asuransi nasabah JS Saving Plan senilai Rp 13,7 triliun, pada 2018.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara senilai Rp 16,81 triliun dari pengalihan dana asuransi ke dalam saham dan reksadana bermasalah, yang membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar, dan defisit keuangan.
Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) Kejakgung, menjadikan audit BPK sebagai basis penyidikan korupsi dan TPPU di Jiwasraya. Sejak penyidikan dilakukan Desember 2019, Kejakgung juga melakukan penyitaan masif aset-aset berharga milik para tersangka. Dua perusahaan tambang batubara dan emas, serta satu pertambakan ikan hias ikut disita lantaran dituding sebagai sarana pencucian uang.
Penyitaan juga dilakukan terhadap 1.400 sertifikat tanah, dan 93 unit apartemen, serta sedikitnya 10 unit rumah tinggal pribadi milik para tersangka. Termasuk perhiasan emas dan batu mulia, juga puluhan kendaraan mewah dari para tersangka ikut disita.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Dirpidsus Kejakgung Febrie Adriasnyah, kepada Republika, pekan lalu mengungkapkan, nilai seluruh aset sitaan sudah melebihi angka kerugian negara. “Kita harapkan aset sitaan ini cukuplah. Sudah lebih dari (Rp) 17 triliun,” kata Febrie, Kamis (28/5).
Febrie memastikan, Jaksa Penuntut akan menjadikan seluruh aset sitaan tersebut menjadi barang bukti hasil korupsi dan TPPU yang akan diajukan ke pengadilan. Sekaligus kata Febrie, meminta Majelis Hakim memutuskan aset-aset tersebut sebagai harta rampasan negara, dan menjadi sumber ganti kerugian negara dan pengembalian uang nasabah Jiwasraya.