REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK sebaiknya menjerat mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK diyakini memiliki bukti untuk menjerat Nurhadi dengan pasal tersebut.
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Garnasih meyakini Ketua KPK Firli Bahuri akan bergerak cepat menangani kasus Nurhadi. Sebab, kasus tersebut sudah cukup lama dan juga bisa mengungkapkan serta menemukan bukti untuk menjerat Nurhadi dengan pasal TPPU.
"Bagaimanapun korupsi yang disangkakan sudah lama, seharusnya didalami ke mana saja aliran dana hasil korupsi bermuara, pada siapa saja dan untuk apa," kata Yenti melalui keterangannya di Jakarta, Selasa (2/6).
Apalagi, pakar hukum dari Universitas Trisakti itu mengatakan, penerapan TPPU juga merupakan janji dari para pimpinan KPK periode ini termasuk Ketua KPK Firli Bahuri kepada pansel waktu itu. "Janji ini disampaikan pimpinan KPK kepada saya sebagai penguji saat fit and propert test calon pimpinan KPK 2019-2023," ungkap dia.
Berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang TPPU Tahun 2010, kata dia, korupsi dan TPPU harusnya bersama-sama didakwakan oleh KPK. "Jangan tunda TPPU-nya, jangan menunggu korupsinya terungkap, keburu hilang jejak hasil korupsinya. Jangan menyampaikan lagi bahwa KPK akan fokus dulu pada korupsinya, itu tidak strategis dan tidak sesuai Pasal 75 UU TPPU," ujar dia.
Terkait hal itu, ia juga meyakini Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan menyusun dakwaan kumulatif korupsi dan TPPU dalam satu berkas. "Satu hal lagi, saya yang juga berkesempatan menjadi pengajar bagi jaksa-jaksa yang mendapatkan pendidikan di Korps Adhyaksa, meyakini Jaksa KPK tentunya akan menyusun dakwaan kumulatif korupsi dan TPPU dalam satu berkas," katanya pula.
Ia pun mengingatkan KPK dengan kepemimpinan Firli harus lebih berani menetapkan TPPU pada perkara korupsi yang ditangani. Hal ini agar hasil korupsi bisa dirampas untuk negara bila kelak putusan pengadilan menyatakan terbukti.
Selain itu, Yenti juga mengatakan penangkapan Nurhadi sebagai jalan masuk membongkar mafia peradilan. "Dengan penangkapan tersebut, seharusnya praktik kotor mafia peradilan yang berakar urat di negeri ini bisa pungkas tuntas. Kesempatan ini pasti akan diambil Firli Bahuri sebagai momentum membersihkan sistem peradilan di Indonesia, mengingat kasus ini berada di epicentrum peradilan, dalam hal ini Mahkamah Agung," katanya lagi.
Ia juga mengapresiasi atas kerja "silent" KPK yang telah berhasil menangkap Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono (RHE) di Jakarta, Senin (1/6) malam. "Kerja silent ini, tentu tidak lepas dari tipikal atau karakter Pimpinan KPK saat ini, khususnya pengaruh sosok Firli Bahuri, seorang polisi yang tentunya terbiasa bekerja senyap dalam menangani suatu kasus apalagi akan menangkap seseorang," ujar Yenti.
Dengan kerja senyap, ia pun mengharapkan buronan kasus korupsi lainnya, yakni mantan caleg PDIP Harun Masiku juga dapat tertangkap. "Selain itu, kita harapkan buron yang belum ditangkap KPK, termasuk Harun Masiku dengan cara-cara senyap seperti ini dapat segera menemukan titik terang. Sudah benar KPK saat ini, tidak usah ribut-ribut ke media dahulu tetapi bekerja sesuai aturan yang ada, baru jelaskan ke publik," ujarnya pula.