Kamis 11 Jun 2020 13:56 WIB

Golkar Setuju Pasal Terkait Pers di RUU Ciptaker Dicabut

Fraksi Golkar setuju pasal terkait pers dalam RUU Cipta Kerja dicabut.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
 Firman Soebagyo.
Foto: DPR RI
Firman Soebagyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Golkar menyatakan siap menarik pasal-pasal yang mengatur soal kinerja pers dalam Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pernyataan ini dikemukakan pada saat rapat Badan Legislasi bersama konstituen pers pada Kamis (11/6).

"Kemandirian dan kebebasan pers itu sangat penting bagi Fraksi Partai Golkar, tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo dalam rapat tersebut.

Baca Juga

Firman menegaskan, Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers telah mengatur mekanisme kerja soal pers baik berupa sanksi maupun teknis lainnya. Di samping itu, Pers juga telah memiliki kode etik tersendiri yang dipegang oleh insan pers.

Maka itu, tegas Firman, sikap Fraksi Golkar tetap menegaskan kembali bahwa yang terkait dengan ketentuan mengenai pers sekali akan disamlait secara resmi dari partai Golkar melalui rapat kerja dengan pemerintah untuk didrop dari RUU Cipta Kerja ini.

"Ini komitmen kami dari awal dan kami telah mendapat perintah dari partai Golkar meminta supaya ini didrop dari RUU Cipta Kerja ini," ujar Firman.

Di samping itu, Firman tetap mendorong pers yang berdaulat dan demokratis dalam pemberitaan. Ia juga mengimbau pers untuk terap menjunjung tinggi asas subjektivitas tanpa adanya unsur pesanan dan kepentingan kelompok tertentu.

Untuk diketahui, Pers mempermasalahkan dua pasal yang sudah diatur dalam UU no. 40/1999 tentang Pers bersinggungan langsung dengan sejumlah pasal di Omnibus Law. Pasal tersebut adalah pasal 11 dan 18 UU no.40/1999.

Pasal 11 dalam UU Pers mengatur soal penanaman modal asing berbunyi "Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal." Adapun perubahannya di RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi, "Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman moda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal."

Frasa 'pemerintah pusat mengembangkan usaha pers'. "Ini menimbulkan pertanyaan. Jadi seperti ingin memberikan peran baru pada pemerintah pusat dalam mengembangkan pers," kata dia.

Pihak pers juga menyoal permasalahan soal kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja pers, maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran. Sebab, dari segi penegakkan hukum pers, polisi lebih sering menggunakan pidana umum pada pihak yang menghalangi kinerja jurnalistik. Sementara itu, denda bagi perusahaan pers juga dinilai terlalu besar.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement