REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris menyatakan, para pengunjuk rasa anti-rasisme yang melakukan kekerasan dapat dipenjara dalam waktu 24 jam. Langkah itu dilakukan menjelang aksi demonstrasi pada akhir pekan untuk mendukung gerakan Black Lives Matter.
Menurut The Times, siapa pun yang tertangkap basah melakukan vandalisasi, menyebabkan kerusakan kriminal atau menyerang petugas polisi dapat diproses dengan cepat melalui pengadilan. Menteri Dalam Negeri Priti Patel dan Menteri Kehakiman Robert Buckland telah mengedepankan tindakan berdasarkan respon terhadap kerusuhan pada 2011 lalu di London.
Dukungan terhadap gerakan Black Lives Matter dipicu oleh kematian seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd oleh perwira polisi kulit putih di Minneapolis, Amerika Serikat. Sejumlah aksi protes berlangsung damai, namun ada pula aksi yang berakhir dengan bentrokan dan kerusuhan.
Dilansir Sky News, Dewan Kepala Kepolisian Nasional (NPCC) mengatakan, lebih dari 130 orang yang mengikuti aksi protes tersebut telah ditangkap dan 62 petugas kepolisian terluka akibat bentrokan. Jumlah peserta aksi mencapai lebih dari 155.000 orang dengan 200 kali demonstrasi.
Pemberlakuan perintah penahanan terhadap pengunjuk rasa yang berbuat onar karena ada kekhawatiran bahwa demonstrasi akan dibajak oleh kelompok sayap kanan. Deretan barikade telah didirikan di sekitar patung Sir Winston Churchill di Parliament Square, termasuk di sekitar Cenotaph.
Wali kota London, Sadiq Khan mendesak masyarakat untuk tetap tinggal di rumah karena khawatir ada aksi protes lanjutan pada akhir pekan. Penyelenggara aksi Black Lives Matter membatalkan protes di Hyde Park London pada Sabtu (13/6).
"Kami ingin protes menjadi tempat yang aman bagi orang untuk hadir, tetapi kami tidak berpikir itu akan mungkin dengan orang-orang seperti mereka bisa hadir," ujar penyelenggara protes dalam unggahan di Instagram.