REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR -- Setelah empat dekade yang relatif tenang, militer China dan India kembali terlibat sengketa mematikan di wilayah perbatasan yang mereka perebutkan di jalur pengunungan Himalaya. Setidaknya 20 prajurit India gugur dan 45 tentara China menjadi korban baku pukul dan saling lempar batu di wilayah tersebut.
Lokasi konflik tersebut merentang sepanjang 3,2 kilometer pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut di Lembah Galwan. Ia membelah dua wilayah, Aksai Chin di perbatasan Tibet-Xinjiang yang diklaim China dan Ladakh yang berbatasan dengan Jammu-Kashmir yang diklaim India. Seperti banyak sengketa wilayah di dunia, mulanya ia adalah sengketa soal garis batas yang ditarik kolonialis. Dalam kasus ini, garis batas itu digambar administrator kolonial Inggris Sir Henry McMahon pada 1914.
Pada 1962, perang Sino-India meletus di wilayah itu dengan kekalahan di sisi India (722 prajurit China dan 1.383 prajurit India gugur). Perang saat itu dipicu tindakan India menampung Dalai Lama, tokoh utama perlawanan Tibet atas penguasaan China. Kemudian, pada 1974 terjadi juga baku pukul, dengan adanya korban meninggal. Setelah itu, tak ada lagi konflik berdarah di perbatasan tersebut sampai Selasa (16/6) kemarin.
Apa pemicu konflik terkini? Di sini nasib Muslim di India, juga dalam skala tertentu di China, masuk dalam skenario.
Pada Agustus 2019 lalu, parlemen India melakukan sebuah langkah dramatis. Partai sayap kanan Hindu, Bharatiya Janata Party, berhasil mendorong pemungutan suara yang berujung dicabutnya Artikel 370 konstitusi India yang memberikan status otonomi khusus untuk daerah mayoritas Muslim Jammu dan Kashmir sejak 1954.
Pencabutan itu membatalkan hak Kashmir memiliki bendera serta konsitusi dan pemerintahan mandiri. Ia juga membuka kembali potensi konflik dan persekusi terhadap umat Islam di wilayah itu. Aksi unjuk rasa Muslim Kashmir kala itu ditingkahi penerjunan ribuan prajurit dan pemutusan jaringan internet.
Tak hanya pencabutan Artikel 370, New Delhi juga menetapkan Ladakh di bagian timur Kashmir sebagai wilayah federal baru. Dalam peta terbaru, wilayah Ladakh itu diklaim China menyinggung wilayah mereka.
"China mengecam dan secara tegas menolak tindakan itu. India secara sepihak mengubah hukum domestik dan pemecahan wilayah, menantang kepentingan dan kedaulatan Cina," kata Menteri Luar Negeri China Geng Shuang terkait keputusan tersebut seperti dilansir Reuters pada 31 Oktober 2019. Ia menyatakan bahwa wilayah Kashmir masih menyisakan sengketa dan harus diselesaikan secara damai merujuk konflik dengan umat Islam di wilayah itu.
Menanggapi protes itu, India meminta China tak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. "Sebagaimana India menahan diri dari mengomentari isu internal negara lain," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Raveesh Kumar, pada saat bersamaan. Ia agaknya mengingatkan bahwa India selama ini tak ikut serta mengecam perlakuan China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, provinsi yang menaungi sebagian wilayah yang disengketakan.
Wilayah Aksai Chin memang punya peran strategis atas penguasaan China di Xinjiang dan Tibet yang sejak lama mendapatkan perlawanan warga setempat. China saat ini telah dan sedang membangun jalan raya yang menghubungkan Tibet dan Xinjiang melintasi wilayah itu.
Perang kata-kata itu akhirnya menjadi pengerahan pasukan di lapangan. Sejak Mei lalu, dilansir Reuters, ribuan pasukan China dan India dikerahkan di sekitar wilayah sengketa. Sementara itu, pada akhir Juni, pasukan India menghentikan proyek pembangunan jalan oleh pekerja China di wilayah yang disengketakan.
Hingga akhirnya, pada Selasa (16/6) pihak India melansir informasi soal terjadinya baku pukul antara kedua pasukan yang menewaskan puluhan prajurit dari kedua kubu. Dalam konflik ini, negara mayoritas Muslim Pakistan sementara satu sisi dengan China melawan India. Selain terikat sejumlah kepentingan, Pakistan juga masih mengeklaim wilayah Kashmir sedianya masuk dalam teritori mereka.
Analis Anik Joshi menulis di Foreign Policy pada Selasa (16/6) bahwa nasib umat Islam di wilayah yang mereka sengketakan akan mewarnai retorika pihak-pihak terkait konflik wilayah itu. Pakistan akan terus berupaya membawa isu persekusi umat Islam di Kashmir ke ranah internasional untuk mencoba melegitimasi klaim atas wilayah itu.
Sementara itu, China akan berupaya terkesan membela Muslim di Kashmir untuk menutupi perlakuan mereka terhadap Muslim Uighur di Xinjiang yang telah mendapat kecaman luas di berbagai negara. Di sisi lain, India bisa jadi mengubah sikap mereka dan angkat suara terhadap persekusi di Xinjiang meski nasib Muslim di negeri itu juga belakangan tak baik-baik saja. n