Rabu 17 Jun 2020 22:30 WIB

Tempat Tinggal Seperti Apa yang Disediakan untuk Istri?

Setelah menikah, seorang wanita akan tinggal bersama suaminya.

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Muhammad Hafil
Tempat Tinggal Seperti Apa yang Disediakan untuk Istri?. Foto: Perumahan (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Tempat Tinggal Seperti Apa yang Disediakan untuk Istri?. Foto: Perumahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menikah, seorang wanita akan tinggal bersama suaminya. Namun, tempat tinggal seperti  apa yang harus disediakan suami untuk istrinya? Tentang hal ini, para ulama memiliki pandangan cukup beragam.

Menurut para ulama Hanafiyah dan Hambaliyah, tempat tinggal istri harus merupakan tempat tinggal yang layak dengan kondisi suami-istri dan harus dikosongkan dari keluarga lain, kecuali dengan seizin istri.

Baca Juga

Ulama Malikiyah memberi keterangan lebih perinci. Bila istri berasal dari kalangan bawah yang tidak mampu, dia tidak berhak menolak untuk tinggal bersama-sama keluarga suami. Sementara jika istri dari keluarga kaya, dia berhak menolak kecuali bila hal itu dijadikan syarat yang diucapkan ketika akad.

Dalam hal yang disebut terkemudian ini, istri wajib tinggal  di rumah keluarga suaminya dengan syarat harus disediakan kamar khusus yang memungkinkan dia menyendiri kapan saja dia mau. Selain itu, harus ada jaminan bahwa dia tidak akan diperlakukan buruk oleh keluarga suaminya.

Bagaimana dengan pendapat ulama Syafi'iyah? Mereka menyatakan, suami wajib menyediakan tempat tinggal yang layak bagi istrinya dan bukan berdasar kondisi suami, sekalipun suaminya itu orang tidak mampu.

Sesungguhnya, bagaimanapun kondisi suami harus selalu dijadikan pertimbangan dalam menentukan hal-hal yang berkaitan dengan nafkah tanpa ada perbedaan antara pangan, sandang, dan papan. Allah SWT berfirman, "Dan tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal  menurut kemampuanmu.'' (QS at-Talaq  (65):6). Dengan syarat, tempat tinggal itu harus tersendiri dan istri tidak terganggu tinggal di situ.

Istri bekerja

Bagaimana dengan tempat tinggal untuk istri yang bekerja? Menurut ulama Hanafiyah, manakala istri adalah wanita bekerja dan tidak selalu menetap di rumah, dia tidak berhak atas nafkah ketika suaminya memintanya tetap tinggal di rumah, tetapi si istri tidak mau.

Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang juga ditegaskan oleh mazhab-mazhab lainnya yang menyatakan ketidakbolehan istri keluar dari rumah tanpa izin suami. Bahkan, Syafi'iyah dan Hambaliyah lebih menegaskan lagi dengan mengatakan bahwa jika istri keluar rumah dengan izin suami, tapi demi kepentingannya sendiri, gugurlah hak nafkah untuknya.

"Pandangan yang benar mengharuskan kita melakukan pemisahan antara suami yang tahu, ketika akad dilaksanakan, bahwa istrinya adalah wanita bekerja yang tidak mungkin selalu tinggal di rumah dan suami yang tidak mengetahui hal itu,'' kata Muhammad Jawad Mughniyah dalam buku Fiqih Lima Mazhab.

Apabila suami mengetahui hal itu, tetapi dia diam saja dan tidak mensyaratkan agar istrinya meninggalkan pekerjaannya, dia tidak berhak meminta sang istri untuk meninggalkan pekerjaannya. Tetapi, kalau dia memintanya juga dan si istri tidak memenuhi permintaannya tersebut, kewajiban memberi nafkah kepada istrinya tidak menjadi gugur.

Sebaliknya, jika suami tidak mengetahui hal itu ketika akad dilaksanakan, dia berhak meminta istrinya meninggalkan pekerjaan. "Dan, kalau istrinya tidak memenuhi permintaan itu, ia tidak berhak atas nafkah (suami),'' kata Muhammad Jawad.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement