REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin mengomentari terkait adanya usulan perubahan nama Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Menurutnya adanya usulan perubahan nama RUU tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.
"Usulan perubahan RUU Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tidak akan menyelesaikan masalah jika substansinya tidak berubah sama sekali, apalagi persepsi publik yang terbentuk cenderung negatif terhadap RUU apapun yang berjudul Pancasila," kata Yanuar dalam keterangan persnya kepada Republika.co.id, Ahad (28/6).
Menurutnya di tengah suasana seperti saat ini semua pihak diminta untuk menahan diri dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk berpikir lebih jernih, komprehensif dan kontekstual. Ia menilai menyamakan cara pandang perlu dilakukan agar tidak ada lagi salah paham soal pengaturan Pancasila.
"Apa sebenarnya yang harus diatur soal Pancasila ini dalam bentuk undang-undang," ujar anggota Badan Kajian MPR RI tersebut.
Ia beranggapan yang perlu dilakukan saat ini yaitu implementasi Pancasila, bukan penafsiran ideologis filosofis tentang Pancasila. Ia berharap semua pihak menghentikan perdebatan ideologis-filosofis-politis yang dinilai salah kaprah tersebut.
"Lebih baik kita bertanya, sudahkah nilai-nilai Pancasila saat ini menyatu dalam pikiran, hati, kata-kata dan tindakan? Kita memerlukan metodologi, teknik atau cara yang efektif untuk sosialisasi dan operasionalisasi Pancasila yang bisa diterima dan dilakukan semua pihak," ungkapnya.
Ia mengakui sosialisasi Pancasila yang dilakukan hanya oleh MPR dan BPIP jelas masih kurang, tidak memadai, dan belum menyentuh partisipasi semua kalangan. Menurutnya, negara seharusnya membuka peluang, mendorong dan memfasilitasi agar sosialisasi tidak dimonopoli kelompok atau lembaga tertentu saja.
"Kita tidak boleh lagi menempatkan Pancasila hanya milik segelintir orang, kelompok atau golongan tertentu saja. Penerapan Pancasila di masa Orde Lama dan Orde Baru harus menjadi pelajaran sejarah yang sangat penting agar kita tidak lagi tergelincir pada monopoli Pancasila," ujar pria yang juga motivator pengembangan diri itu.
"Saat ini, pemerintah dan DPR semestinya bertanggungjawab penuh untuk menempuh dan mendorong agar masyarakat dan semua pihak lebih antusias, happy dan partisipatif dalam sosialisasi Pancasila," imbuhnya.