Selasa 30 Jun 2020 06:03 WIB

Legislator: PPDB DKI Jakarta tak Sinkron dengan Permendikbud

65 persen dari calon siswa/orang tua siswa merasa dirugikan dalam PPDB DKI.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah orang tua murid berunjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6). Unjuk rasa yang diikuti ratusan orang tua murid tersebut menuntut penghapusan syarat usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Sejumlah orang tua murid berunjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6). Unjuk rasa yang diikuti ratusan orang tua murid tersebut menuntut penghapusan syarat usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X (Pendidikan) DPR RI Syaiful Huda menyebut penerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI Jakarta tidak sinkron dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentan PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMP, dan SMK. Hal ini membuat banyak calon siswa yang dirugikan.

“Terjadi diskriminasi terhadap calon siswa yang diterima di sekolah negeri, terutama terkait pengarusutamaan faktor usia dibandingkan faktor lain,” ujar Syaiful Huda, saat dihubungi, Senin (29/6).

Huda mengatakan, Komisi X DPR terus melakukan pemantauan terhadap proses PPDB di DKI Jakarta, termasuk menerima berbagai laporan dari orang tua siswa. Dari situ, kata dia, diketahui jika ada banyak kejanggalan dalam proses PPDB. 

Dia pun mencontohkan kejanggalan itu seperti pengedepanan faktor usia, kuota zonasi yang hanya 40 persen, hingga minimnya sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPDB ke publik. 

“Kondisi ini memicu ketidakpuasan publik terbukti dengan adanya unjuk rasa, pengaduan ke DPR, hingga ke Ombudsman RI,” ujarnya.

Kejanggalan proses PPDB di DKI, lanjut Huda juga dibuktikan dengan temuan KPAI. Menurutnya, dari pengaduan yang diterima KPAI 65 persen di antaranya berasal dari calon siswa/orang tua siswa yang merasa dirugikan dalam PPDB DKI. 

Sebagian mereka mengeluh terkait pengarusutamaan usia dalam proses penerimaan calon siswa. Bahkan ada kasus di wilayah Cipinang Muara di mana ada calon siswa tidak bisa diterima di SMP Negeri padahal ada 24 sekolah di zona tersebut karena faktor usia.

“Selain itu juga ditemukan keluhan teknis seperti server PPDB online yang lemot, keterlambatan verifikasi data, tidak transparannya panitia PPDB, hingga munculnya dugaan manipulasi data keluarga,” katanya.

Dengan fakta-fakta tersebut, kata Huda, harus ada solusi agar para siswa yang dirugikan dalam proses PPDB tetap mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta. 

Menurut dia, saat ini, tengah digodok kebijakan penambahan kuota dalam rombongan belajar (Rombel) di sekolah-sekolah negeri yang ada di Jakarta. Namun menurutnya kebijakan tersebut bakal tidak akan menampung para siswa yang tersingkir dari PPBD DKI karena alasan usia. 

“Kalau menambah kuota Rombel itu berarti maksimal hanya menampung tambahan 4 siswa per kelas dan itu pasti tidak mencukupi,” ujar Politikus PKB ini menambahkan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement