REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Arif Satri Nugroho, Sapto Andika Candra
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kejengkelannya terhadap kinerja para menterinya pada era pandemi Covid-19 dalam sidang paripurna kabinet 18 Juni 2020 lalu. Bahkan, Jokowi mengancam akan melakukan reshuffle terhadap para menterinya tersebut.
"Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," ungkap Jokowi dalam video yang diunggah Sekretariat Kepresidenan, Ahad (28/6).
Rencana reshuffle itu kemudian direspons oleh partai-partai politik, khususnya yang saat ini memiliki wakil di Kabinet Indonesia Maju. Politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira, misalnya, meyakini pidato Presiden Jokowi bakal berujung pada reshuffle kabinet.
"Melihat gesture presiden dalam pidato ini, nampaknya akan ada reshuffle kabinet, terutama terhadap pembantu-pembantunya yang kurang tanggap sense of crisis," kata Andreas saat dikonfirmasi Republika, Senin (29/6).
Andreas menduga reshuffle akan terjadi pada lembaga yang berkaitan dengan penanggulan pandemi Covid-19, penanggulangan dampak sosial-ekonomi, dan pemulihan ekonomi. Menurut Andreas, pidato Jokowi di Istana Bogor di hadapan para pembantunya, menteri kabinet, dan pimpinan lembaga tinggi negara bernada keras.
Kata kuncinya, menurut dia, adalah evaluasi kinerja para pembantu presiden soal respons terhadap krisis dari para pembantu presiden yang terlihat dalam kinerja di kementerian dan lembaga masing-masing. Andreas menilai evaluasi atas lembaga dan kementerian dalam penanganan Covid-19 ini memang perlu dan harus segera dilakukan.
"Agar tidak menjadi rumor politik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah sebagaimana pidato presiden yang memang sangat serius," ujar anggota Komisi Pendidikan DPR itu.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga merespons isu adanya reshuffle di Kabinet Indonesia Maju. Dasco mengatakan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden.
"Untuk reshuffle menurut kami itu adalah hak penuh, hak prerogatif Presiden Jokowi," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/6).
Dasco mengatakan, Partai Gerindra sebagai partai yang bergabung ke dalam pemerintah mengaku telah bekerja maksimal dalam mendukung pemerintah. Dirinya juga mengatakan bahwa menteri-menteri dari Partai Gerindra telah melakukan kerja-kerja taktis yang terbaik baik di Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Oleh karena itu, sesuai dengan hak prerogatif presiden, biarlah Pak Presiden yang menilai apakah kementerian yang diberikan kepada Gerindra itu mempunyai nilai yang baik atau tidak. Itu kami serahkan sepenuhnya kepada Pak Presiden," ujarnya.
Sementara itu, dirinya juga merespons kejengkelan Presiden Jokowi terhadap kinerja para menteri pada massa pandemi Covid-19 saat ini. Dasco melihat bahwa hal tersebut menunjukkan sikap tegas Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi ingin supaya seluruh kementerian itu memaksimalkan pengeluaran atau pendistribusian dana Covid yang memang sudah dianggarkan oleh masing-masing kementerian," ungkapnya.
Senada dengan Gerindra, Nasdem juga menegaskan kinerja menterinya di kabinet saat ini sangat baik. Politikus Partai Nasdem Saan Mustopa menuturkan, sejumlah nama menteri Kabinet Indonesia Maju dari Partai Nasdem seperti Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johhny G Plate, serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memiliki kinerja yang bagus selama membantu Presiden Jokowi.
"Menteri-menteri Nasdem sih sejauh yang kita pahami, mungkin subjektif ya pandangan kita, cukup baik lah, perform lah kita. Pak Johnny, Bu Siti, Pak Syahrul itu kinerjanya, performanya, perform lah, bagus," kata Saan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/6).
Mengenai isu reshuffle, Wakil Ketua Komisi II DPR itu mengatakan bahwa Partai Nasdem menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi. Namun, ia menyarankan agar presiden juga sebaiknya mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk lembaga survei yang mengadakan survei terkait kinerja para menteri.
"Presiden tentu punya banyak pertimbangan, punya banyak hasil evaluasi dan review terkait dengan kinerja para menterinya," ujarnya.
Adapun Sekretatis Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menilai bahwa perombakan kabinet atau reshuffle pada masa Presiden Jokowi merupakan hal yang wajar, apalagi jika melihat periode kepemimpinannya pada periode 2014-2019. "Hanya, kalau melihat pada masa kepresidenan Pak Jokowi yang pertama, reshuffle itu bukan lagi hal yang luar biasa," ujar Arsul lewat pesan singkat, Senin (29/6).
PPP juga menyerahkan keputusan reshuffle kabinet kepada Jokowi. Sepanjang tak menabrak konstitusi dan undang-undang, partai politik tak punya kewenangan dalam hal tersebut.
"Maka, parpol tidak bisa ikut campur, kecuali diminta pandangannya atau diminta mengirimkan nama dalam reshuffle tersebut," ujar Arsul.
Ia melihat dua alasan mengapa Jokowi bisa saja merombak sejumlah menteri di kabinetnya. Pertama, adanya sejumlah menteri yang sulit diukur kinerjanya. "Karena tidak pernah secara terbuka atau jelas menyampaikan, baik di media arus utama atau media sosial, tentang apa-apa yang sudah, sedang, dan akan terus dikerjakannya," ujar Arsul.
Kedua, adanya komunikasi yang kurang baik antara sesama menteri, khusunya dalam penanganan pandemi virus Covid-19 yang membutuhkan koordinasi lintas sektor. "Sehingga menjadi tidak match terkait sikap pemerintah atas suatu masalah. Ini misalnya waktu itu isu karantina, pelonggaran PSBB, TKA China," ujar Wakil Ketua MPR itu.