Rabu 01 Jul 2020 19:56 WIB

Pakar: RUU Cipta Kerja Lebih Cocok Disebut RUU Investasi 

Bahasan tentang investasi terlihat pada naskah akademik maupun draf RUU Ciptaker.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
RUU Cipta Kerja (Ilustrasi). Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) lebih cocok disebut dengan RUU Investasi/Perizinan ketimbang RUU Ciptaker karena hal tersebut sangat terlihat baik di dalam naskah akademik maupun draf RUU Ciptaker.
Foto: Republika
RUU Cipta Kerja (Ilustrasi). Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) lebih cocok disebut dengan RUU Investasi/Perizinan ketimbang RUU Ciptaker karena hal tersebut sangat terlihat baik di dalam naskah akademik maupun draf RUU Ciptaker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Gabriel Lele menilai Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) lebih cocok disebut dengan RUU Investasi/Perizinan ketimbang RUU Ciptaker. Hal tersebut, menurutnya, sangat terlihat baik di dalam naskah akademik maupun draf RUU Ciptaker.

"Itu bisa dibaca dalam draf ruu itu bagaimana bagian awal itu habis untuk membicarakan investasi baru menyisakan separuh bagian berikutnya untuk berbicara tentang  pemberdayaan atau perlindungan UKM, jadi bagian kecil saja," kata Gabriel dalam diskusi daring, Rabu (1/7).

Baca Juga

Menurutnya, publik layak mempertanyakan tujuan sebenarnya RUU  ciptaker tersebut dibuat. Jika dikaitkan dengan investasi, menurutnya, perlu dicari tahu investasi sebagai sarana atau investasi sebagai tujuan.

Dia juga menilai bahwa RUU tersebut berpotensi memunculkan adanya resentralisasi. Ia menambahkan tarikan resentralisasi di dalam RUU Cipta Kerja begitu terlihat.

"Tidak hanya berhenti tarikan resentralisasi, kalau kita masuk lebih dalam maka potensi apa yang disebut institutional complexity itu akan terbuka terjadi. 

Ia menambahkan, institutional complexity yang dimaksud terutama berkaitan dengan ketidakcocokan antara sistem ketatanegaraan dan cara tujuan RUU itu dibuat. Selain itu, ia juga mengingatkan kemungkinan adanya potensi ketegangan antara pusat dan daerah akibat RUU Ciptaker tersebut.

"Apalagi daerah yang asimetris yang sama sekali tidak disentuh dalam RUU ini. Papua dan Aceh misalnya dan juga Yogyakarta misalnya itu sama sekali luput dari pendalaman di dalam materi RUU ini. Daerah yang simetris pun akan berteriak dengan melihat kecenderungan sentralisais dan resentralisasi yang cukup kuat," jelasnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement