REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi meminta Kementerian Pertanian tak terburu-buru dalam memproduksi kalung antivirus Covid-19 atau corona. Perlu adanya uji klinis terlebih dahulu terkait manfaat dari kalung tersebut.
"Pertama, perlu uji klinis di lapangan terhadap pasien yang sedang terserang penyakit Covid-19. Karena pengujian secara in vitro memang efektif untuk gamma corona virus dan beta corona virus," ujar Viva lewat keterangan tertulisnya, Ahad (5/7).
Menurutnya, Covid-19 itu makhluk yang cerdas karena dapat membuat serotype baru. Sehingga Kementan harus menguasai betul ilmu tentang virus, sebelum memproduksinya secara massal.
"Kedua, dari data produksi minyak kayu putih nasional ternyata belum dapat berswasembada. Produksi nasional hanya sekitar 10 persen saja, selebihnya adalah impor," ujar Viva.
Ia menjelaskan, yang diimpor adalah minyak ekaliptus yang memiliki kandungan sama dengan kayu putih, yaitu euchaliptol 1,8 persen. Adapun setiap tahunnya, Indonesia mengimpor sekitar Rp 1 triliun.
"Jadi, selama ini produsen untuk membuat obat-obatan dan farmasi berbahan kayu putih masih bergantung pada impor dari China, India, dan lainnya," ujar Viva.
Untuk itu, ia memberi catatan agar pemerintah melakukan uji klinis terkait kalung anticorona tersebut. Agar produksinya dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
"Lalu pemerintah memproduksi kalung secara massal, bahan bakunya harus dari dalam negeri sendiri. Tidak dari impor," ujar Wakil Ketua Umum PAN itu.
Beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian resmi meluncurkan inovasi antivirus berbasis eucalyptus. Itu merupakan hasil inovasi Balitbangtan dan telah berhasil mendapatkan hak patennya.
Kementan juga menggandeng PT Eagle Indo Pharma untuk pengembangan dan produksinya secara massal. Penandatanganan perjanjian Lisensi Formula Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus antara perwakilan Balitbangtan dan PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) dilaksanakan di Bogor pada pertengahan Mei 2020.